Login Sekarang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHARMONISAN KELUARGA PADA PASANGAN SUAMI ISTRI FERTILE DAN INFERTILE PADA PASIEN UPP RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT DR SA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keluarga bahagia adalah harapan dari semua pasangan suami istri, karena kebahagiaan keluarga adalah salah satu syarat keharmonisan keluarga. Kebahagiaan dalam sebuah keluarga adalah apabila di dalam keluarga tersebut ada rasa saling menghargai, menghormati dan juga saling menyayangi antar anggota keluarga serta terciptanya toleransi di dalamnya. Seperti dalam sebuah pernyataan dalam undang-undang perkawinan yang menyatakan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan juga seorang perempuan untuk membentuk sebuah rumah tangga yang bahagia, kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan dalam sebuah perkawinan itu sendiri adalah membangun sebuah rumah tangga yang kokoh yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan juga rasa saling mengasihi antara keduanya serta menciptakan keturunan yang diharapkan oleh orang tua, agama, dan juga oleh negara (Qaimi, 2002:12). Membentuk keluarga artinya membina masyarakat kecil dan pernikahan bukan berarti menghilangkan perbedaan keinginan dari suami ataupun istri namun keduanya dituntut untuk berusaha mencipatakan landasan hidup bersama serta mempunyai tujuan yang sama dalam pengertian bahwa pernikahan adalah untuk membina hubungan sebuah keluarga yang bahagia dengan tempat tinggal yang damai yang meliputi anak-anak mereka dengan ketenangan dan juga dengan kasih sayang (Qaimi, 2002:184). Dalam sebuah penelitian yang diadakan di Amerika pada tahun 1999 yang menyatakan bahwa sebenarnya alasan kawin atau menikah bagi seorang wanita adalah keinginan untuk menjadi seorang ibu dari pada menjadi seorang istri karena dengan menjadi seorang ibu maka dalam syarat sebuah keluarga sudah terpenuhi semuanya yaitu bahwa keluarga adalah sebuah bentuk masyrakat terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan juga anak-anak mereka yang berada dalam sebuah rumah yang ditempati secara bersama (Kartono,1992:11) Menurut Dr Naek. L. Tobing menyatakan bahwa untuk menjaga keharmonisan keluarga antara suami dan istri memerlukan beberapa faktor psikologis yaitu antara lain antara suami istri mengetahui sifat kedua pasangan, faktor keluarga, faktor keuangan serta faktor seksual. Hal tersebut juga didukung oleh Dr Evita Arif yang menyatakan bahwa keharmonisan keluarga di pengaruhi oleh adanya komunikasi yang baik antar pasangan dan hal ini juga di dukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Dr Margaretha yang menyatakan bahwa keharmonisan keluarga antara pasangan suami istri di pengaruhi oleh kesehatan antar pasangan, terhindar dari stress dan juga menjaga hidup sehat
(www.Konsultasi.com). Dalam sebuah perkawinan yang sangat diharapkan oleh pasangan suami istri adalah kehadiran keturunan karena dengan adanya keturunan maka pasangan suami istri akan merasakan keharmonisan keluarga yang lebih bila dibandingkan dengan pasangan suami istri yang belum diberi keturunan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Afif Ali yang menyatakan bahwa diIndonesia pada tahun 2002 angka perceraian sangat tinggi, perceraian ini disebabkan oleh tidak ada kecocokan dengan pasangan sebanyak 730 perkara, tidak ada tanggunga jawab dari pasangan 728 perkara dan adanya poligami adalah 47 perkara dan juga tidak memiliki anak 750 perkara dan yang terakhir adalah masalah ekonomi, cemburu, dan penganiayaan 100 perkara. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Surya pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa dari 1923 perkara yang terjadi dikediri penyebab perceraian yang paling banyak terjadi adalah masalah infertile atau tidak memiliki anak, suami tidak bertanggung jawab, selingkuh, ekonomi, serta kawin paksa. Dengan demikian bahwa keharmonisan keluarga diperlukan adanya keturunan karena tanpa adanya keturunan maka keharmonisan keluarga tidak akan terwujud di dalam keluarga (www.Konsultasi.com). Pasangan suami istri infertile adalah pasangan suami istri yang selama pernikahan 1 tahun atau 12 bulan perkawinan belum menghasilkan keturunan. Infertile dibagi menjadi dua yaitu pasangan suami istri yang selama pernikahan 12 bulan atau satu belum menghasilkan keturunan atau biasa disebut dengan infertile primer dan yang kedua adalah pasangan suami istri selam pernikah 12 bulan atau satu tahun pernikan sudah menghasilkan keturunan dan terjadi keguguran dan tidak terjadi kehamilan lagi atau disebut dengan istilah infertile sekunder (Ginekologi, 1981: 225) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aisia yang menyatakan bahwa dampak psikologis pasangan suami istri yang infertile adalah munculnya perasaan depresi hal tersebut juga didukung oleh Keye (1995) yang menyatakan bahwa dampak psikologis pasangan suami istri infertile adalah rasa bersalah terhadap pasangan, frustrasi, tidak berguna serta rendah diri dan hal itu berdampak sangat buruk terhadap hubungan suami istri yang mengakibatkan pasangan suami istri menjadi kurang harmonis dan tidak lagi mesra dan hangat. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Karmiyati dari 59 pasangan suami istri infertile 9% memgalami depresi sedangkan menurut Downey dan McKidney (1992) menunjukkan bahwa 11% pasangan suami istri infertile mengalami depresi yang cukup berat. Selain itu dampak yang dirasakan oleh pasangan suami istri infertile adalah merasa sebagai orang yang kurang berguna dan malu terhadap lingkungan karenan merasa sebagai pasangan yang tidak bisa menghasilkan keturunan dan akhirnya mereka menjadi bahan omongan bagi kebanyakan orang sehingga mereka malu jika harus bertemu dengan orang disekitar mereka (Kompas, 15 Januari 2005). Dalam sebuah risert yang pernah dilakukan oleh Prawiroharjo bahwa lamanya waktu yang diperlukan dalam menghasilkan keturunan 32,7% hamil dalam satu bulan. Semakin lama pasangan suami istri kawin dan belum menghasilkan keturunan maka semakin tinggi pasangan suami istri itu menjadi infertile. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Verdana, Arial dan Hevetika pada tahun 2003 menyatakan bahwa pasangan suami istri infertile 30% disebabkan oleh suami dan 30% disebabkan oleh istri dan sisanya karena kedua pasangan tersebut. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Verdana menyatakan bahwa penyebab infertile pada pria yaitu karena gaya hidup dari pasangan, jumlah sperma yang kurang baik, mutu perma yang kurang baik. Faktor penyebab infertile pada wanita adalah karena kondisi sel telur yang kurang baik serta kurang berfungsinya saluran indung telur serta kanker servic. Hampir 10% pasangan suami istri mengalami masalah infertile atau sekitar 2 juta pasangan suami istri menjadi infertile. Dari segi medis dapat dilihat bahwa yang menyebabkan pasangan suami istri infertile adalah karena pasangan suami istri kurang subur dari segi kesehatan secara fisik. Ditinjau dari segi psikologis bahwa pasangan suami istri infertile berdampak sangat buruk yaitu komunikasi menjadi kurang baik, hubungan pasangan suami istri menjadi kurang harmonis dan juga berdampak pada kurang bisa menerima kekuarngan antar pasangan. Ditinjau dari segi sosial dampak infertile adalah rasa malu dan akhirnya pasangan suami istri ini merasa dikucilkan dari masyarakat dan menjadi kurang percaya diri bila harus bergaul dengan lingkungan diluar rumah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh W.J.F Lew dan Thomas. J Berndt yang melakukan penelitian tentang hubungan perbedaan kekuasaan kontrol orang tua, kehangatan, kebiasaan dan keharmonisan keluarga pada anak-anak Cina yang berada di Mainland China didapatkan hasil bahwa ayah cenderung keras dan ibu cenderung kasar dengan nilai F (1,698), 18,35. 13,08 (W.J.F.Lew , 1990:674). Maka dengan adanya hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga pada pasangan suami istri infertile dan pasangan suami istri fertile pada pasien rawat jalan poli infertile Rumah Sakit Saiful Anwar Malang.
B. Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keharmonisan keluarga pada pasangan suami istri fertile dan pasangan suami istri infertile pada pasien UPF rawat jalan Rumah Sakit Saiful Anwar Malang.
C. Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah tersebut diatas maka peneliti ingin menguji dan mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi keharmonisan keluarga pada pasangan suami istri fertile dan pasangan suami istri infertile pada pasien UPF rawat jalan Rumah Sakit Saiful Anwar Malang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan.
a. Manfaat Praktis
1. Bahasan dalam penelitian ini dapat memberikan informasi pada pasangan suami istri yang infertile dan pada pasangan suami istri yang fertile yang berkaitan dengan keharmonisan keluarga.
2. Bagi pasangan suami istri infertile dan pasangan suami istri fertile diharapkan dapat lebih meningkatkan keharmonisan keluarga dengan cara memahami faktor-faktor keharmonisan keluarga dan mengetahui penyebab runtuhnya keharmonisan keluarga.
b. Manfaat Teoritis
1. Penelitian dapat memberikan masukan bagi disiplin ilmu psikologi dan perkembangan ilmu pada umumnya, sehingga dapat bermanfaat sebagai pengembangan toeri mengenai keharmonisan keluarga yang merupakan bagian dalam bidang klinis.
2. Penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk memperluas khasanah keilmuan terutama psikologi klinis, tentang keharmonisan keluarga pada pasangan suami istri infertile dan pasangan suami istri fertile.

1 Komentar untuk "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHARMONISAN KELUARGA PADA PASANGAN SUAMI ISTRI FERTILE DAN INFERTILE PADA PASIEN UPP RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT DR SA"

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel