Login Sekarang

HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR KREATIF DENGAN SEMANGAT KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hendrawati (2003:45) dalam penelitiannya, berdasarkan hasil analisa datanya diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara semangat kerja dengan produktivitas kerja. Hal ini ditunjukkan dengan hasil rsy =0,638 dan p=0,0000. Hal ini berarti semakin tinggi semangat kerja semakin tinggi pula produktifitasnya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah semangat kerja maka semakin rendah pula produktifitas kerjanya. Adapun besarnya sumbangan efektif semangat kerja terhadap produktifitas kerja sebesar 40,7% sengan sisanya 59,3% ditentukan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Sedangkan Retnosari (2003:52) dalam penelitiannya, serta berdasarkan analisa data yang diperoleh dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh semangat kerja yang sangat signifikan terhadap prestasi kerja karyawan yang dapat dilihat dari (F=53, 848; P=0,0000 dan r=0,586). Karena korelasi semangat kerja dan prestasi kerja positif maka hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi semangat kerja maka semakin tinggi pula prestasi kerja karyawan. Sebaliknya semakin rendah semangat kerja maka semakin rendah pula prestasi kerja karyawan. Dimana sumbangan efektif sebesar 58,6%, sedangkan sisanya 41,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Penelitian mengenai semangat kerja yang dilakukan oleh Hidayati (http://unmuh-gresik.com/journal/7.html), membuktikan bahwa faktor-faktor semangat kerja yaitu: motivasi, komunikasi, partisipasi, kepuasan kerja, dan kepemimpinan memiliki pengaruh yang bermakna terhadap prestasi kerja karyawan tetap PT. Petrokimia Gresik. Kesimpulan ini didasarkan pada analisis hasil penelitian yang menunjukkan nilai F hitung > F tabel pada taraf signifikan 5% (a = 0,05) di mana F hitung = 84,586 > F tabel = 2,21. Besarnya kontribusi seluruh variabel bebas (motivasi, komunikasi, partisipasi, kepuasan kerja, lingkungan kerja, dan kepemimpinan) terhadap variabel terikat (prestasi kerja) berdasarkan hasil perhitungan statistik yang ditunjukkan oleh angka koefisien determinasi keseluruhannya (R squared atau R) adalah sebesar 0,7042 atau 70,42%. Berdasar penelitian mengenai semangat kerja di atas, maka dapat disimpulkan dalam hal ini bahwa semangat kerja dapat mempengaruhi produktifitas karyawan dan prestasi kerja karyawan. Selain variabel-variabel tersebut masih ada faktor-faktor lain yang bias dipengaruhi oleh semangat kerja. Di dalam penelitian Sukmana dan Alim (2001:102), orientasi nilai budaya pimpinan akan membedakan semangat kerja karyawannya. Semangat kerja merupakan sikap dari karyawan untuk bekerja sama dan bekerja lebih baik serta lebih banyak demi mencapai tujuan yang diinginkan. Sikap itu ditandai dengan adanya rasa puas dan senang, tidak merasa jenuh, saling bantu membantu, kerja ekstra dijalankan tanpa mengeluh, waktu habis tak terasa, perintah dipatuhi dengan senang hati dan mampu bekerja sama. Pada semangat kerja karyawan diketahui bahwa ada perbedaan yang sangat siginifikan (F=23.500; p=0,000) ditinjau dari perbedaan status kewarganegaraan pimpinan, dimana semangat kerja karyawan dengan pimpinan pribumi lebih tinggi (rerata=142.275) dibanding pimpinan asing (rerata=124.650). Semangat kerja merupakan sikap dari karyawan untuk bekerja sama dan bekerja lebih baik serta lebih banyak demi mencapai tujuan yang diinginkan. Sikap itu ditandai dengan kerja dengan puas dan senang, tidak merasa jenuh, saling membantu, kerja dijalankan tanpa mengeluh, waktu habis tak terasa, perintah dipatuhi dengan senang hati dan mampu bekerja sama (Alim & Sukmana, 2001:106). Asmarawati (2001:39) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada perbedaan semangat kerja antara guru tetap dengan guru tidak tetap. Guru tetap memiliki tingkat semangat kerja lebih tinggi dibandingkan guru tidak tetap dalam hal ini pada guru di SLTP Negeri 1 Ngunut Tulungagung. Diperoleh nilai t=8,522 dan p=0,000. Dari hasil tersebut maka terdapat perbedaan semangat kerja yang sangat signifikan ditinjau dari status guru. Dimana guru tetap memiliki semangat kerja yang lebih tinggi (rata-rata=154,407) dibandingkan dengan guru tidak tetap (rata-rata=134,555). Haryadi (2001:48) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat perbedaan semangat kerja antara karyawan yang pernah mengikuti Achievement Motivation Training (AMT) dan karyawan yang tidak pernah mengikuti AMT. Hasil analisa data dengan menggunakan t-test ternyata menghasilkan karyawan yang pernah mengikuti Achievement Motivation Training (AMT) diperoleh rerata 118,171 dan karyawan yang belum pernah mengikuti AMT diperoleh rerata 104,200 dengan nilai p=0,000. Sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan semangat kerja antara karyawan yang pernah mengikuti AMT dan tidak, dimana karyawan yang pernah mengikuti AMT memiliki semangat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang tidak pernah mengikuti AMT. Fang dan Moscarini (2003:25) menyatakan bahwa kontrak upah (wage
contracts) mempengaruhi semangat kerja karyawan. Selain itu persamaan kebijaksanaan upah bisa memelihara semangat kerja karyawan di perusahaan. Berdasarkan beberapa penelitian mengenai semangat kerja tersebut maka bisa dikatakan bahwa semangat kerja dipengaruhi oleh berbagai aspek dalam pekerjaan, yaitu antara lain status kewarganegaraan pimpinan, status karyawan, keikutsertaan karyawan dalam AMT (Achievement Motivation Training), serta kontrak upah (wage contracts). Tetapi di luar itu masih ada variabel-variabel lain yang dimungkinan dapat mempengaruhi semangat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Asyar (2002:49), meyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan (F=12.307 dan p=0,000) intelegensi dan kreativitas terhadap penyesuaian sosial pada remaja SMK Shalahuddin Malang. Semakin tinggi intelegensi dan kreativitas maka semakin baik penyesuaian sosialnya. Penelitian ini menunjukkan besarnya bobot sumbangan efektif intelegensi sebesar 17,471% terhadap penyesuaian sosial dan sumbangan efektif kreativitas sebesar 9,397% terhadap penyesuaian sosial. Sehingga total sumbangan efektif intelegensi dan kreativitas terhadap penyesuaian sosial sebesar 26,828%, sisanya adalah faktor lain yang mempengaruhi penyesuaian sosial yaitu pola emosi, minat sosial, kemampuan berbahasa, jenis kelamin dan penerimaan social Rivai (2001) yang melakukan penelitian mengenai keefektifan praktek berbahasa (Inggris) di STIE Jakarta Selatan, membuktikan bahwa motivasi keberhasilan, kreativitas, dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen dapat mempengaruhi efektifitas praktek berbahasa (Inggris). Pengujian hipotesis penelitian membuktikan bahwa variabel motivasi keberhasilan (X), kreativitas (X ) dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X ) secara bersama-2 3sama berpengaruh positif terhadap efektivitas praktik bahasa Inggris (Y) dengan tingkat penentuan sebesar 63,10%. Diantara ketiga variabel bebas tersebut, variabel kreativitas merupakan variabel dengan kontribusi terbesar dalam mempengaruhi efektivitas praktik bahasa Inggris, kemudian disusul oleh variabel motivasi keberhasilan dan variabel persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen. Dengan kata lain, variabel kreativitas merupakan variabel yang strategik. Artinya, langkah paling efektif untuk meningkatkan efektivitas belajar adalah melalui peningkatan kreativitas. Peringkat selanjutnya adalah variabel motivasi keberhasilan dan terakhir variabel persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen. Pada penelitian Rivai (1999) yang lain mengenai kreativitas dan efektivitas belajar mahasiswa. Kekuatan pengaruh dari motivasi keberhasilan (X), dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X ) secara kreativitas (X bersama-sama terhadap efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi R = 0,741 dengan koefisien determinasi R = 68.99 berarti 68.99% variasi y123 y123 efektivitas belajar (Y) dapat ditentukan oleh motivasi keberhasilan (X ), 1) dan persepsi mahasiswa terhadap kemampuan belajar (X ) secara kreativitas (X2 3bersama-sama. Pengujian hipotesis penelitian membuktikan bahwa variabel motivasi keberhasilan (X ), kreativitas (X ), dan persepsi mahasiswa tentang 1 2kemampuan dosen (X ) secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama 3berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas belajar (Y). Maftuhah (2000:45), berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara berpikir kreatif dengan prestasi kerja penyiar radio di Malang yang berjumlah 30 orang. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berpikir kreatif dengan prestasi kerja pada penyiar radio, dengan nilai r=0,592 dan p=0,001 yang artinya semakin tinggi kemampuan berpikir kreatifnya maka semakin tinggi pula prestasi kerjanya, demikian pula sebaliknya, Sehingga dalam hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas dapat mempengaruhi keefektifan praktek berbahasa (Inggris), selain itu kreativitas juga dapat berpengaruh pada keefektifan belajar pada mahasiswa. Berpikir kreatif juga dapat berpengaruh pada prestasi kerja penyiar radio. Disamping itu, tentunya masih ada variabel-variabel lain yang bisa dipengaruhi oleh kreativitas. Di dalam penelitian Kuncel, Hezlett dan Ones (2004:148) menemukan bahwa kemampuan seseorang, menyumbangkan kemampuan kognitif dan secara umum dapat mempengaruhi kemampuan akademis, potensi karir serta kreativitas. Miller Annalogies Test (MAT) adalah prediktor yang valid dari beberapa aspek prestasi mahasiswa seperti dalam pengukuran prestasi kerja. Dalam studi ini ditemukan bahwa ada hubungan antara skor MAT dan keanggotaan dalam organisasi profesional. Skor korelasi adalah 0,27; mengindikasikan bahwa individu yang mengerjakan tes lebih baik adalah anggota dari organisasi profesional (k=3, N=278, SD =0). Penelitian lain di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Sutjiaputra (2004:47), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap kreativitas guru mengajar di dalam kelas dengan kreativitas siswa. Penelitian ini juga menunjukkan persepsi siswa bahwa gaya kepemimpinan Telling secara siginifikan digunakan oleh guru-guru yang tidak kreatif, sedangkan gaya kepemimpinan Selling dan Participating digunakan oleh guru yang kreatif. Namun kontribusi persepsi siswa tentang gaya kepemimpinan guru terhadap kreativitas siswa hanya 9,3%. Pada penelitian ini juga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kreativitas siswa di kota kecil (Jatibarang dan Indramayu) dengan kota besar (Tasikmalaya dan Serang). Penelitian lain yang dilakukan oleh Rachmawati (2004), menyimpulkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara gaya kepemimpinan trasformasional dengan berpikir kreatif pada desainer di Malang Artinya bahwa semakin tinggi persepsi para desainer terhadap gaya kepemimpinan tranformasional maka semakin tinggi pula berpikir kreatifnya, demikian pula sebaliknya. Dengan berbagai penelitian mengenai kreativitas di atas, maka dapat dilihat bahwa kreativitas dapat dipengaruhi oleh kemampuan kognitif, selain itu kreativitas juga dapat dipengaruhi oleh persepsi terhadap gaya kepemimpinan guru, kreativitas guru itu sendiri dan juga dipengaruhi oleh lokasi dimana siswa tinggal, kota besar atau kota kecil. Selain itu berpikir kreatif juga dipengaruhi oleh persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan transformasional. Berdasarkan berbagai penelitian mengenai kreativitas dan semangat kerja yang telah ditulis di atas, maka peneliti berpendapat bahwa perlu diteliti lebih lanjut mengenai hubungan kedua variabel tersebut. Apakah karyawan yang kreatif akan memiliki semangat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kreativitas yang lebih rendah. Penulis berpendapat bahwa kreativitas perlu untuk diteliti lebih lanjut terutama dalam hubungannya dengan semangat kerja, mengingat bahwa semangat kerja sangat penting keberadaannya dalam diri karyawan. Sehubungan dengan bepikir kreatif yang dimiliki seseorang, maka memunculkan pertanyaan bagaimana semangat kerja karyawan sehubungan dengan kemampuan berpikir kreatif yang dimilikinya. Jika seseorang memiliki kreativitas, maka ia mungkin bisa mencari solusi dari masalah tersebut lebih baik daripada orang lain yang memiliki kreativitas rendah. Ada kemungkinan juga bahwa orang yang kreatif, akan bisa memandang suatu problem secara positif, dan bisa mencari cara bagaimana untuk mengatasi kejemuan serta kelelahan dalam pekerjaannya. Sehingga dalam melakukan pekerjaannya ia akan tetap bersemangat untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karena bagaimanapun juga seorang karyawan diharapkan tetap bersemangat dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini mengambil judul “Hubungan antara berpikir kreatif dengan semangat kerja”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara berpikir kreatif dengan semangat kerja ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara berpikir kreatif dengan semangat kerja.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dimaksud disini adalah manfaat hasil temuan penelitian, baik ditinjau dari segi teoritis maupun praktis.
1. Secara teoritis Memberikan sumbangan pemikiran guna pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya dalam bidang psikologi industri.
2. Secara praktis Penelitian ini memberikan masukan bagi perusahaan, baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam kaitannya dengan semangat kerja karyawan dalam perusahaan.

Belum ada Komentar untuk "HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR KREATIF DENGAN SEMANGAT KERJA"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel