Login Sekarang

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KECEMASAN SOSIAL PADA REMAJA AKHIR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perjalanan sepanjang masa hidup manusia, tumbuh dengan penuh pesona. Manusia tidak pernah dalam keadaan statis. Sejak periode prenatal sampai periode tua, manusia mengalami perubahan, baik perubahan fisik (biologis), perubahan kognitif, dan perubahan sosial. Remaja akhir merupakan kelompok manusia yang penuh potensi. Remaja akhir senantiasa mengalami perubahan-perubahan dalam ukuran dan kemampuan jasmani disertai dengan perubahan dalam kapasitas mental. Sekarang, kelompok remaja Indonesia berjumlah lebih kurang sepertiga dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Dewasa ini, perkembangan dan kesejahteraan remaja menarik publik, ilmuwan, dan para pembuat kebijakan. Diantara persoalan-persoalan kontemporer yang penting, seperti isu-isu keluarga, pengasuhan, pendidikan, konteks sosiokultural dan kebijakan sosial. Memasuki usia remaja akhir, dimana remaja mulai berinteraksi keluar dari lingkungan rumah memasuki lingkungan yang lebih luas. Sehingga remaja pada usia tersebut mendapat problem-problem remaja yang lebih komplek juga. Mengingat sedemikian kompleknya permasalahan yang dihadapi pada masa remaja akhir dan besarnya dampak psikis pada periode ini selama rentang perkembangan kehidupan selanjutnya, maka tidaklah berlebihan apabila masa-masa ini dianggap periode penting. Dimana pada periode ini remaja memiliki pola perubahan minat, seperti minat pada simbol status. Simbol status merupakan simbol prestise dimana menunjukkan bahwa orang yang memilikinya lebih tinggi atau mempunyai status lebih tinggi dalam kelompoknya. Selain itu kondisi penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik (Hurlock, EB. 1991: 235). Brooks – Gunn & Ruble, (1983) menyebutkan bahwa ada data yang menyatakan pubertas memiliki efek yang bermakna pada harga diri. Penelitian Simmon & Blyth (1988) menyatakan bahwa anak perempuan yang dewasa lebih cepat mengalami lebih banyak depresi dan kecemasan dan memiliki kepercayaan diri yang lebih rendah (Atkinson dkk. :190-191). Dutton & Brown mengungkapkan beberapa hal penting tentang sifat alami harga diri, antara lain adalah bahwa orang dengan harga diri tinggi berfikir bahwa mereka mempunyai kualitas positif dibandingkan dengan orang yang harga dirinya rendah. Orang dengan harga diri rendah berfikir bahwa mereka sudah puas atas kualitas positif yang didapatkan. Apabila mereka dihina dan malu akan dirinya sendiri manakala mengalami kegagalan ( Jurnal Psikologi, 1997: Vol 73). Harga diri adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut keberadaan seseorang sebagai manusia. Harga diri direfleksikan secara verbal maupun non verbal, baik sadar maupun tidak sadar dalam kehidupan sehari-hari. Harga diri mempengaruhi kemajuan dan kemunduran prestasi, interaksi, dan hal lain yang berpengaruh pada kehidupan seorang remaja. Harga diri (self esteem) dalam pembicaraan sehari-hari lebih sering dikaitkan dengan situasi tersinggung atau penghargaan terhadap diri maupun orang lain yang dinilai melalui perilaku orang yang bersangkutan. Harga diri itu sendiri mengandung arti suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif atau negatif. Bagaimana seseorang menilai tentang dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Harga diri merupakan kunci paling penting dalam pembentukan perilaku yang akan membawa seseorang kearah keberhasilan atau kegagalan (Humanitas, 2004:61). Harga diri remaja yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan dalam kehidupan ini. Remaja yang berprestasi dalam lingkungan sosial akan lebih percaya diri menghadapi lingkungan sosial karena lebih dihargai. Sebaliknya remaja yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Disamping itu remaja dengan harga diri yang negatif cenderung tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalan hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik cenderung merasa hidupnya tidak bahagia. Harga diri merupakan pondasi mental dalam diri seseorang yang akan membuatnya sanggup menghadapi kehidupan. Walaupun banyak hal yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang namun bila tidak didukung dari penghargaan pada dirinya sendiri maka sulit baginya untuk menghadapi kehidupan. Harga diri yang didukung oleh penghargaan pada dirinya sendiri akan membuat seseorang percaya diri, mampu menerima kritik yang baik dan merasa mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk mengatasi masalah dalam kehidupan. Sebenarnya harga diri seseorang tidak dengan begitu saja terbentuk. Dari pengalaman hidup, mereka mengenal sikap, keyakinan, cara berfikir, dan berprilaku tertentu yang mereka rumuskan dalam bentuk kebiasaan yang sangat positif. Dalam penelitian Tafarodi, Marshall & Milne ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara rendah dan tingginya harga diri secara umum. Harga diri tinggi menyajikan hal positif yang lebih diperkirakan dibandingkan yang mempunyai harga diri rendah (Jurnal Psikologi, 2003:Vol 84). Maslow melihat harga diri sebagai sesuatu yang merupakan kebutuhan setiap orang dan terasa mulai dari tingkat yang rendah hingga tinggi. Kebutuhan untuk dihargai ini di dalam kehidupan bermasyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku seseorang dan mendorong untuk melakukan bermacam-macam hal demi mendapatkan penghargaan dari orang lain. Individu yang mempunyai harga diri rendah diliputi kekhawatiran tentang interaksi sosial dan tidak yakin akan keberhasilannya. Individu digambarkan mempunyai sifat-sifat depresif, terlalu lemah untuk melawan kekurangan diri, disibukkan oleh persoalan-persoalan pribadi, cenderung terisolir, tidak mampu mengekspresikan diri, dan peka terhadap kritik. Individu lebih pasif, pesimis, kurang percaya diri dalam interaksi sosial, cenderung menarik diri dari pergaulan sosial dan lingkungannya. Coopersmith (1967) mengemukakan bahwa tidak terpenuhi kebutuhan akan harga diri menyebabkan munculnya perasaan tidak bahagia, kurang ekspresif, dan relatif mengalami kecemasan. Hal tersebut didukung oleh Fuhrman (1990) yang mengatakan bahwa seseorang yang tidak terpenuhinya kebutuhan harga dirinya akan merasa tidak aman dan cemas. Menurut Hyatt (1993) perasaan cemas akan menyebabkan hambatan bagi proses belajar seseorang dalam banyak hal (dalam Humanitas, 2004:61). Kecemasan sosial (misalnya sekolah, perpisahan, perwujudan diri atau pengenalan diri sebagai pria atau wanita, interaksi sosial, prosedur medis) akan muncul ketika kita berfikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi, biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. Jika individu menghadapi ketidaksenangan terhadap lingkungan dapat dipastikan individu tersebut akan mengalami kesedihan dan selanjutnya akan muncul reaksi kecemasan sosial. Perubahan tersebut merupakan pemicu timbulnya kecemasan dalam kehidupan sosialisasi remaja. Pada umumnya, kecemasan akan berangsur-angsur berkurang seiring bertambahnya usia. Kegagalan dari kedua faktor pembentukan harga diri diatas dapat menyebabkan remaja mengalami kecemasan sosial serta inferiority complex pada remaja yang ditandai dengan penarikan diri (Withdrawl) seorang remaja dengan teman sebayanya. Apabila harga diri tersentuh dan merasa diposisikan tak sesuai dengan standar yang remaja tetapkan, remaja akan merasa cemas, merasa dilecehkan, direndahkan dan sebagainya. Sebaliknya, bila diposisikan sesuai dengan yang dia inginkan maka remaja tersebut akan merasa tersanjung. Meremehkan kemampuan remaja akhir dengan membandingkan kemampuan temannya, perlakuan ini dapat membuat remaja tersebut merasa dirinya tidak mempunyai kemampuan, tidak berarti, tidak berharga sehingga dapat menimbulkan kecemasan sosial yang cukup parah. Banyak problem-problem pada remaja akhir yang ditemui pada mahasiswa yang baru memasuki Perguruan Tinggi. Dimana mahasiswa baru harus memulai lagi interaksi sosialnya dengan bertemu teman-teman baru yang belum mereka kenal sebelumnya. Mereka harus menemukan teman baru atau sahabat baru setelah keluar dari SMU. Hal inilah yang bisa menimbulkan kecemasan dalam diri mereka. Karena dalam diri remaja tersebut tentu berbeda kualitas harga diri maupun kecemasan yang dialami antara mahasiswa baru satu dengan yang lainnya. Berdasarkan fenomena mengenai harga diri dan kecemasan sosial remaja akhir, yaitu seputar pembentukan harga diri melalui faktor eksternal dan internal tersebut diatas serta hubungannya dengan kecemasan sosial pada remaja akhir maka secara singkat peneliti mencoba menyampaikan hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial dengan cara yang informatif dan ilmiah. Sehingga semua pihak yang mempunyai kaitan dengan permasalahan tersebut dapat belajar secara efektif dan dapat memiliki lebih banyak kearifan untuk menyikapi hal ini. Karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengungkap hal tersebut dengan memilih judul: HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KECEMASAN SOSIAL PADA REMAJA AKHIR.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah “Apakah ada hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja akhir ?”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja akhir.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah dan menambah khasanah ilmu pengetahuan, terutama dalam disiplin ilmu psikologi khususnya bagi Psikologi Kepribadian dan Psikologi Perkembangan.
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dan petunjuk bagi orang tua, guru, maupun masyarakat sehingga harga diri dapat ditingkatkan sehingga dapat mengurangi kecemasan sosial pada remaja akhir.

3 Komentar untuk "HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KECEMASAN SOSIAL PADA REMAJA AKHIR"

CALMELEGANT mengatakan...

Boleh saya minta tinjauan pustaka mengenai kecemasan sosial? Jika berkenan, bisa tolong kirimkan ke email didikiswahyudi98@gmail.com ? Terima kasih banyak.

Anonim mengatakan...

Apakah saya bisa meminta tinjauan pustaka mengenai kecemasan sosial ini..? Jika berkenan, anda bisa mengirimkan via email ke nurulriski100691@gmail.com
Terimakasih :)

Anonim mengatakan...

bolehkah saya meminta daftar pustaka mengenai harga diri dan kecemasan sosial? Jika berkenan anda bisa mengirimkan ke email candleblew@yahoo.com
terima kasih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel