Login Sekarang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI AKADEMIK DENGA PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA PENGURUS OSIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, maka kualitas sumber daya manusia juga harus ditingkatkan agar dapat bersaing dengan Negara maju yang lain. Dengan banyaknya penemuan – penemuan baru, yang mana bertujuan untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya, maka manusia dituntut bertindak sebagai pengendali alat atau mesin dan bukan sebaliknya. Agar dapat bertindak sebagai pengendali maka harus disediakan sumber daya manusia yang memadai. Salah satunya dengan mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan. Era globalisasi, perdagangan bebas dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan untuk mulai secara sungguh-sungguh mengadakan perubahan demi perbaikan mutu sehingga lulusan yang dihasilkan unggul dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan meningkat. Dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan, prestasi akademik sebagai salah satu tolak ukur peningkatan mutu pendidikan, banyak mendapatkan sorotan. Arah dan tujuan peningkatan mutu pendidikan adalah untuk menghasilkan mutu lulusan yang memiliki kemampuan dan berkualitas. Kemampuan atau kualitas lulusan pendidikan itu bisa ditunjukkan dengan prestasi akademik yang dicapai. Dengan demikian, usaha meningkatkan mutu pendidikan pada dasarnya adalah meningkatkan prestasi akademik siswa. Prestasi akademik atau prestasi belajar siswa adalah gambaran dari pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap yang diperoleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Prestasi akademik juga merupakan pengetahuan yang diperoleh atau ketrampilan yang dikembangkan dalam pelajaran di sekolah dan biasanya ditunjukkan dengan skor atau nilai yang dikembangkan oleh guru. Dengan kata lain, prestasi akademik adalah hasil belajar siswa yang telah diukur dan ditunjukkan dengan nilai. Bagi sekolah, tingginya prestasi yang dapat diraih siswa akan menggembirakan para pendidik karena hal tersebut merupakan indikator efektivitas dan produktivitas proses belajar mengajar dan sekaligus juga mengangkat citra sekolah. Bagi orang tua, prestasi akademik yang tinggi merupakan suatu kebanggan tersendiri dalam usaha membimbing dan mengarahkan anak-anak dalam kegiatan akademiknya. Sedangkan bagi siswa sendiri, tingginya prestasi yang diraih dapat memberikan dampak psikologis yang positif, seperti meningkatnya rasa percaya diri, motif berprestasi dan tingkat krestivitas. Fenomena yang beredar saat ini adalah mengenai penentuan kelulusan UAN, dimana hal ini bertujuan untuk memacu siswa berprestasi. Menurut SK Mendiknas Nomor 153 tanggal 14 Oktober 2003 tentang UAN Tahun Ajaran 2003/2004, standar nilai kelulusan bagi siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas peserta ujian akhir nasional pada tahun 2004 naik dari minimal tiga menjadi empat. Kenaikan nilai standar kelulusan dari semula minimal tiga menjadi empat ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Tanah Air (Depdiknas,2003). Berkenaan dengan diberlakukannya nilai standart kelulusan tersebut menjadikan banyak siswa mengalami masa-masa yang sulit. Ada siswa yang menyingkapinya sebagai sebuah tuntutan dan tekanan yang berat namun ada pula yang menanggapinya sebagai suatu kompetisi yang sehat. Menurut Alsa (2003:98) perolehan prestasi yang tinggi bila berlanjut hingga akhir ajaran dan memperoleh nilai NEM atau UAN yang tinggi, akan menggembirakan orang tua, guru maupun siswa yang bersangkutan karena akan memudahkan siswa tersebut untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang pada akhirnya berakumulasi sampai ia berhasil menjadi sarjana dengan predikat kelulusan yang memuaskan. Hal ini menempatkan prestasi akademis menjadi tolak ukur penilaian masyarakat mengenai keberhasilan seseorang. Seperti halnya yang diungkapkan Gustian (2002:29) bahwa prestasi sekolah masih dianggap sebagai satu-satunya ukuran berhasil tidaknya anak dalam menjalani tugas-tugasnya. Di Indonesia seringkali kita mendengar keluhan dari orangtua yang merasa sudah melakukan berbagai cara untuk membuat anaknya menjadi "pintar". Orangtua berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terbaik. Selain itu anak diikutkan dalam berbagai kursus maupun les privat yang terkadang menyita habis waktu yang seharusnya bisa dipergunakan anak atau remaja untuk bermain atau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Namun demikian usaha-usaha tersebut seringkali tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan, bahkan ada ang justru menimbulkan masalah bagi anak dan remaja. Setiap siswa pasti mengharapkan kondisi prestasi akademik yang memuaskan. Namun pada kenyataannya dalam proses pendidikan banyak permasalahan yang menyebabkan tidak semua siswa mampu memenuhi kondisi yang diharapkan tersebut. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat siswa untuk lebih berprestasi dikarenakan adanya penilaian dirinya sendiri yang kurang baik mengenai kemampuannya di bidang akademik. Banyak anak rendah prestasi belajarnya justru karena ia takut gagal. Soalnya, alam perasaannya diliputi kekecewaan, keragu-raguan, tekanan, dan anggapan bahwa dirinya kurang mampu akibat terganggunya dorongan untuk meraih sukses sehingga anak lebih memusatkan perhatian pada usaha menyelamatkan diri dari kegagalan. Di sini motif menghindari kegagalan lebih besar daripada motif untuk berprestasi, sehingga si anak enggan mencoba mendapat nilai cemerlang. Anak akan bisa belajar dengan baik kalau ia diliputi perasaan senang dan aman serta bebas dari paksaan (Kalpen,tanpa tahun). Penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli psikologi menunjukkan bahwa harapan (expectancy) guru terhadap kemampuan anak sangat berpengaruh pada penilaian anak mengenai kemampuan dirinya. Para peneliti telah mendapatkan hasil mengenai hal tersebut di atas. Kelas yang diberitahukan bahwa mereka adalah anak-anak yang cerdas dan pintar, ternyata mendapatkan prestasi lebih tinggi dibandingkan kelas yang diberitahukan bahwa kemampuan mereka kurang (meskipun pada kenyataannya kemampuan mereka tidak berbeda) (Gustian,2002:35). Akibat dinaikkannya nilai minimal kelulusan, banyak pelajar sekolah menengah pertama (SMP) yang bertumbangan. Jumlah siswa SMP yang tidak lulus pada tahun ajaran 2003/2004 mencapai 9.562 orang atau 8,13 persen dari total peserta ujian akhir nasional (UAN). Mereka tidak bisa meraih nilai minimal 4,01 agar bisa lulus dari SMP. (Kompas, 2005). Herman ( Monks, 1994 : 229 ) mengemukakan bahwa pencapaian prestasi yang rendah yang diraih oleh seorang siswa tidak disebabkan oleh faktor intelektual semata akan tetapi juga disebabkan oleh ketakutan akan gagal dalam meraih prestasi yang selama ini diharapkannya. Ketakutan akan gagal ini disebabkan oleh keraguan total yang menyebabkan kapasitas intelektual tidak sepenuhnya bekerja. Tuntutan dan harapan terhadap siswa tersebut akan membentuk konsep diri akademik dalam diri siswa yang mana dapat menentukan pencapaian prestasi belajar mereka di sekolah. Sedangkan fenomena yang ada dalam masyarakat kita saat ini adalah banyaknya siswa yang mengalami kegagalan dalam prestasi akademisnya bukan dikarenakan rendahnya tingkat inteligensi ataupun kondisi fisik yang lemah melainkan karena adanya perasaan tidak mampu melaksanakan tugas disekolah. Hal tersebut memperjelas bahwa kepribadian, terutama konsep diri, dianggap sebagai suatu unsur penting untuk mencapai prestasi yang baik terutama konsep diri yang berhubungan dengan akademis yang lebih dikenal dengan konsep diri akademis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmintayu (2000) tentang hubungan antara konsep diri dengan prestasi belajar pada siswa di sekolah unggulan menunjukkan bahwa semakin baik konsep diri seorang siswa maka semakin bagus hasil prestasi belajar yang diraih, sedangkan semakin tinggi konsep diri yang dimiliki siswa maka semakin tinggi inteligensi dan semakin tinggi inteligensi maka semakin tinggi prestasi belajar yang didapat. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa seorang siswa di dalam mengembangkan kemampuan yang dimilikinya tidak lepas dari bagaimana mereka memberikan penilaian atas dirinya. Penilaian atas kemampuan dirinya dalam bidang akademik atau yang lebih dikenal dengan konsep diri akademik (academic self concept) mencakup dua hal yaitu mengenai keyakinan individu tentang kemampuannya (competency) dan ketertarikannya atau minatnya dalam bidang akademik (affection). Konsep diri akademik ini dihubungkan dengan kemampuan dan minatnya pada semua mata pelajaran yang ada di sekolah. Dalam hal ini peneliti lebih terfokus pada pengurus OSIS dikarenakan pengurus OSIS memiliki berbagai macam kegiatan yang menyita waktu belajar mereka dan mendapatkan lebih banyak sorotan serta tuntutan baik dari pihak sekolah maupun dari keluarga untuk berprestasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya tuntuan tersebut membuat masing-masing individu akan memiliki standart ‘berprestasi’ yang pastinya berbeda-beda terutama berkaitan dengan hasil belajar yang diwujudkan dalam bentuk hasil ujian. Ada sebagian siswa yang merasa puas dengan nilai rata-rata dan ada pula siswa yang baru merasa puas bila memiliki nilai tertinggi dan sempurna. Hal ini berkaitan pula dengan karakteristik kepribadian mereka yang terwakili dengan konsep diri akademik. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara konsep diri akademik dengan prestasi akademik pada siswa pengurus OSIS”.
B.Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara konsep diri akademik dengan prestasi akademik pada siswa pengurus OSIS?
C.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri akademik dengan prestasi akademik pada siswa yang menjadi pengurus OSIS.
D.Manfaat Penelitian
1.Secara teoritis Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengembangan teori-teori di bidang psikologi pada umumnya dan teori-teori psikologi pendidikan yaitu tentang prestasi akademik dan teori-teori perkembangan mengenai konsep diri akademik.
2.Secara praktis
a.Bagi remaja
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi remaja akan pentingnya konsep diri akademik guna meningkatkan prestasi akademik mereka.
b.Bagi orang tua
Diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pendidik, khususnya orang tua dan guru dalam memperhatikan konsep diri akademik remaja, dalam hal ini menjaga suasana mental remaja sehingga memiliki keinginan untuk lebih berprestasi. Orang tua dan guru dapat memberikan tuntutan kepada remaja untuk berprestasi namun juga disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak.

Belum ada Komentar untuk "HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI AKADEMIK DENGA PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA PENGURUS OSIS"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel