Login Sekarang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SOSIAL PADA ANAK-ANAK PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK, BLITAR

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
Bagi seseorang yang telah menyandang status narapidana tidak akan luput dari rasa cemas. Salah satu sumber penyebabnya adalah kecemasan sosial,yaitu kecemasan yang terjadi karena individu takut akan pendapat umummengenai keadaan atau status dirinya(Bunder Kienlholz dan Gardern, dalam SriHardiyanti, 1998:20). Sebab setelah mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatanakan menghadapi masalah-masalah yang sedikit banyak akan mengganggu masadepannya. Sehingga mau tidak mau kecemasan akan hal tersebut pasti dialaminya,dan untuk menghadapi masa-masa itu diperlukan pembinaan yang baik agarmereka mampu menghadapi tantangan hidup selanjutnya. Terutama baginarapidana yang baru pertama kali masuk Lembaga Pemasyarakatan.Salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan padaanak-anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan adalah ada ancaman pada jiwaatau psikisnya seperti kehilangan arti kehidupan (merasa bahwa masa depannyamenjadi suram) dan merasa tidak berguna. Hal ini disebabkan karena terkadangmasyarakat tidak bisa menerima edatangan para narapidana ini di lingkungannyakembali.Faktor lain, karena para narapidana mengalami perasaan yang tidakdiinginkan, seperti rasa tertekan, malu kepada masyarakat atau takut tidakditerima oleh lingkungan sosialnya nanti. Yang akhirnya menimbulkan kecemasandan rasa rendah diri saat harus berhadapan dengan orang-orang di lingkungansosialnya nanti.Sekalipun telah diusahakan berbagai hal dalam rangka pembinaannarapidana selama menjalani pidana namun ternyata dampak psikologis akibatpidana penjara masih nampak dan memerlukan pikiran yang tuntas.Bagaimanapun juga dampak psikologis akibat dari pidana penjara jauh lebih beratdibandingkan pidana penjara itu sendiri. Sehingga sebenarnya seorang narapidanatidak hanya dipidana secara fisik, tetapi juga secara psikologis.Pidana secara psikologis merupakan beban yang berat bagi setiapnarapidana. Berbagai dampak psikologis tersebut antara lain:a. Loos of personality, seorang narapidana selama dipidana akan kehilangankepribadian diri, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di LP atauRUTAN.b. Loos of security, selama menjalani pidana narapidana selalu dalam pengawasanpetugas.c. Loos of liberity, pidana telah merampas berbagai kemerdekaan misalnyakemerdekaan berpendapat, kemerdekaan membaca surat kabar secara bebas,melakukan hobby, mendengarkan radio, menonton TV, memilih dan dipilihdalam pemilu dan sebagainya.d. Loos of personal communication, kebebasan untuk komunikasi terhadapsiapapun juga terbatasi. Narapidana tidak bisa bebas untuk berkomunikasidengan relasinya.e. Loos of good and service, narapidana juga akan merasakan kehilangan akanpelayanan.f. Loos of heterosexual, selama menjalani pidana narapidana diteempatkan diblok-blok sesuai dengan jenis kelaminnya.g. Loos of pretige, narapidana juga akan kehilangan harga dirinya, bentuk-bentukperlakuan dari petugas terhadap narapidana misalnya.h. Loos of believe, akibat dari berbagai perampasaan kemerdekaan sebagaidampak dari pidana penjara, narapidana menjadi kehilangan rasa akan percayadiri sendiri.i. Loos of creativity, selama menjalani pidana juga terampas kreativitasnya, ide-idenya, gagasannya, imajinasinya, bahkan impian dan cita-citanya (Harsono,1995:84-85). Apabila keadaan tersebut tidak diatasi maka juga dapat berakibat secaralangsung maupun tidak langsung terhadap individu yang bersangkutan, sepertiyang diungkapkan oleh Kartono (1981, h : 168-169) bahwa pemenjaraan selamajangka waktu pendek maupun panjang mempunyai efek terhadap para narapidana.Berada di Lembaga Pemasyarakatan dalam jangka waktu pendek, dapatmengakibatkan beberapa peristiwa pada narapidana seperti : sering timbulkonflik-konflik batin yang serius, terutama sekali pada narapidana yang barupertama kali masuk Lembaga Pemasyarakatan. Terjadi semacam trauma atau lukapsikis; atau berlangsung kejutan jiwani, sehingga mengakibatkan disintegrasikepribadian. Ada juga yang menjadi gila. Para narapidana juga banyak sekali yangmengalami patah mental, disebabkan oleh isolasi sosial dalam LembagaPemasyarakatan. Mereka merasa dikucilkan dan dicemooh oleh masyarakat luarpada umumnya. Mereka itu pada umumnya secara mental tidak siap menghadapirealitas kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dalam batinnya, merekasangat menyesali perbuatan dosa dan kesalahannya, dan berulang kali menolakserta membenci “Aku yang terpenjara" ini (Kartono, 1981:192-193).Hukuman pemenjaraan yang sangat lama biasanya amat ditakuti olehpara narapidana. Sebab, sukar sekalilah merehabilitir mental mereka, sesudah paranarapidana itu keluar dari penjara. Dan sering pula muncul rasa rendah diri yanghebat. Kontak-kontak yang sangat minim dengan dunia luar yang disebabkan olehsangat lamanya disekap dalam Lembaga Pemasyarakatan, mengakibatkan makinsedikitnya kemungkinan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Maka,mantan narapidana itu biasanya sukar sekali diterima kembali di tengah-tengahmasyarakat, karena noda-noda yang “tidak terhapuskan” itu selama-lamanya akanmelekat pada dirinya.Isolasi yang lama karena berada di dalam Lembaga Pemasyarakatanjuga mengakibatkan efek-efek pada narapidana seperti, tidak ada partisipasisosialnya. Masyarakat narapidana dianggap sebagai masyarakat yang terkucilkan,masyarakat asing penuh stigma-stigma (noda-noda) sosial, yang wajib dihindari.Para narapidana didera oleh tekanan-tekanan batin yang semakin memberatdengan bertambahnya waktu pemenjaraan. Kemudian muncul kecenderungan-kecenderungan autistik (menutup diri secara total) dan usaha melarikan diri darirealitas yang traumatik sifatnya; terutama sekali peristiwa sedemikian ini banyakterdapat pada penghuni-penghuni Lembaga pemasyarakatan yang baru.Mereka akan mendapat stempel “tidak bisa dipercaya” dan “tidak bisadiberi tanggungjawab”. Sehingga apabila mereka itu telah keluar dari LembagaPemasyarakatan, maka sulit sekali bagi mereka untuk mendapat pekerjaan. Karenaitu, mereka lebih suka terus menetap dalam Lembaga Pemasyarakatan. Merekadianggap sebagai warga masyarakat yang tuna-susila, dan kurang mampumemberikan partisipasi sosial.Kemudian timbul konflik karena adanya kekhawatiran bahwa statusnyasebagai narapidana dapat menimbulkan konsekuensi yang negatif, sepertipenolakan sosial atau di cap sebagai anak yang perilakunya delinquent yang tidakbisa dimaafkan dan tidak berguna untuk diperbaki bagi keanggotaan dalammasyarakat. Adanya konflik-konflik ataupun antisipasi terhadap tanggapan sosialinilah yang kemudian diduga menimbulkan kecemasan pada anak-anak penghuniLembaga Pemasyarakatan.Hal itu didukung oleh hasil wawancara dengan salah satu anakpenghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak di Blitar (17 November 2003), yaituBimo. Usianya saat ini 18 tahun dan dia berada di LP ini sudah dua tahun. Diaberasal dari Jember. Ketika masuk LP, dia baru kelas satu SMU dan ini kalipertama dia masuk LP. Dia mengatakan waktu itu dia terlibat perkelahian antarpelajar. Karena salah seorang temannya dipukuli oleh anak dari sekolah lain. Diabelum mengetahui dengan jelas masalah temannya itu, dia hanya mendengarkabar yang belum jelas kepastiannya kalau temannya dipukuli gara-garamemperebutkan cewek. Tanpa berpikir panjang dia langsung mengajak teman-temannya yang lain untuk balas dendam. Dan perkelahian antar pelajar itumenyebabkan kematian salah seorang pelajar dari SMU yang memukuli teman SiBimo. Akhirnya Si Bimo dimasukkan ke dalam LP Anak di Blitar dengan masahukuman 6 tahun. Dia lebih lama masa hukumannya dibanding teman-temannyayang lain, karena dia adalah otak (dalang) sekaligus pembunuh korban. Hari-haripertama di LP dia merasakannya seperti mimpi, tapi lama-kelamaan diamenyadari bahwa ini adalah sebuah kenyataan. Sebuah kenyataan bahwa diaberada di dalam penjara. Dia mengatakan bahwa ketika mengingat peristiwa itu,dia selalu berteriak-teriak sendiri untuk melampiaskan penyesalannya. Diamengakui sangat menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi. Dia merasa cemasdan khawatir membayangkan bagaimana nanti dia keluar dari LP, apakah teman-temannya masih mau menerima dia, teman-temannya yang biasa berkumpuldengannya. Dan dia merasa pandangan orang lain terutama tetangga-tetangganyaakan merendahkannya dan mengolok-ngoloknya, “itu lho anak yang baru keluardari penjara,”dengan memandangnya sinis. Hal-hal itulah yang selalu adadipikirannya yang membuatnya merasa cemas. Dia punya keinginan untukmemperbaiki kehidupannya ketika keluar dari LP nanti. “Tapi saya merasaminder, apakah saya masih bisa melanjutkan sekolah dengan status sebagaimantan narapidana, saya ingin sekali melanjutkan sekolah. Ya….itu kalau masihada sekolahan yang mau menerima saya, mbak. Yang paling saya cemaskan itumbak, juga teman-teman saya serta masyarakat sekitar tempat tinggal saya. Kalauorang tua dan keluarga yang lain masih bisa menerima saya karena bagaimanapunsaya tetap anggota keluarga mereka.”Hal ini berkaitan dengan konsep diri yang dimiliki oleh anak-anakpenghuni LP, jika konsep dirinya negatif maka kecemasannya tinggi dan jikakonsep dirinya positif maka kecemasannya rendah. Dan rasa cemas yang dialamianak-anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tingkat yang berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kesanggupan seseorang dalam menerima danmengatasinya, dimana hal ini tergantung pada dua hal, yaitu dari inividu itusendiri dan keadaan diluar individu. Dari individu itu sendiri tergantung padakonsep diri yang dimiliki oleh individu itu. Bagi anak-anak penghuni LembagaPemasyarakatan yang memiliki konsep diri negatif, banyak diantara mereka yangmengalami kecemasan karena adanya kekhawatiran akan penolakan sosialterhadap dirinya. Sedangkan dari keadaan diluar individu itu berasal daripandangan masyarakat terhadap anak-anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan.Bila individu sudah mendapat cap buruk dari orang-orang dalam lingkungannyaseperti keluarga, teman-teman sebayanya maupun masyarakat disekitarnya, sulitbagi individu untuk mengubah konsep dirinya yang jelek. Dan hal ini dapatmengakibatkan berapa lama rasa cemas itu mengendap dalam kejiwaan seseorangdan sekaligus bisa menunjukkan derajat atau tingkat rasa cemas yang dimiliki.Berdasarkan penelitian Rosaline (2003) dari hasil penelitiannya dapatdisimpulkan bahwa terdapat hubungan antar masing-masing variabel yaitu konsepdiri dan kecemasan sosial dengan penyesuaian sosial pada remaja tuna daksa.Kedua faktor tersebut secara signifikan mampu meramalkan penyesuaian sosialpada remaja tuna daksa. Oleh karena itu, pembentukan konsep diri yang positifmenjadi sangat penting dalam menurunkan tingkat kecemasan sosial individu, danmerupakan upaya yang positif dalam membantu mewujudkan penyesuaian sosialpada remaja.Sementara itu, berdasarkan penelitian Sulcha (1993) yang dilakukanterhadap klien di balai BISPA. Diketahui bahwa terdapat hubungan yang negatifantara konsep diri dengan tingkat kecemasan narapidana dalam penyesuaian dirikembali ke masyarakat pada klien Balai BISPA kelas 1 Surabaya. Dimana klienbalai BISPA adalah narapidana yang mendapat vonis hukuman lebih dari 1 tahun,namun karena perilaku mereka di LP dinilai baik, kemudian berdasarkan atasusulan dari keluarga dan balai BISPA, mereka mendapatkan cuti ataupun bebasbersyarat sampai masa hukuman berakhir dan juga mantan narapidana yang masihmendapatkan bimbingan lanjutan atas keinginan pribadi.Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untukmengetahui dengan jelas “hubungan antara konsep diri dengan kecemasan sosialpada anak-anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak.."B. Rumusan masalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, makapermasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :“Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kecemasan sosial pada anak-anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak ?”
C. Tujuan Penelitian
Dengan bertitik tolak dari permasalahan diatas, maka penelitian inimempunyai tujuan yaitu :
Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kecemasan sosial padaanak-anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak.
D. Manfaat Penelitian
1. TeoritisMemberikan sumbangan pengetahuan bagi psikologi sosial khususnya danilmu pengetahuan pada umumnya, tentang hubungan antara konsep diridengan kecemasan sosial.
2. Praktis
a. Yaitu, memberikan masukan pada pihak yang diteliti (anak-anak penghuniLembaga Pemasyarakatan) tentang hasil penelitian yang dilakukansehingga mereka mampu mengembangkan konsep diri yang positif untukmengurangi rasa kecemasannya.
b. Sedangkan bagi Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri diharapkan jugamenjadi masukan sekaligus pertimbangan untuk lebih memberi perhatiandan pembinaan kepada para narapidana agar mereka mampumengembangkan konsep diri yang positif untuk mengurangi rasakecemasannya.

1 Komentar untuk "HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SOSIAL PADA ANAK-ANAK PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK, BLITAR"

admin mengatakan...

wah, judul penelitian ini menarik. bagaimana saya bisa mengakses penelitian di atas secara penuh? saya sangat membutuhkan data2 penelitian di atas karna berhubungan dengan penelitian saya sekarang. mohon kerjasamanya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel