Login Sekarang

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN KELOMPOK SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA DI SMUN I PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. “Remaja”, kata tersebut mengandung banyak kesan. Disatu sisi ada kesan bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang tua, dan ada yang menganggap bahwa remaja merupakan sebuah potensi manusia yang perlu dimanfaatkan. Akan tetapi remaja sendiri mengungkapkan kesan tentang dirinya bahwa orang-orang diluar dirinya (dewasa) bersikap tak acuh, tidak peduli pada kelompoknya dan mereka mungkin akan mengeluh, bahwa dirinya hanya dijadikan obyek pembicaraan, tanpa mereka sendiri ikut berbicara (Mappiare, 1982 : 11). Oleh karena itu remaja seringkali menunjukkan prilaku yang emosional, mudah tersinggung, marah, putus asa, terpengaruh dan sebagainya (Soesilowindradini, tt : 146). Erickson (dalam Haditono, 1994 : 231) mengatakan bahwa pada masa remaja, seseorang akan berusaha melepaskan diri dari mileu orang tua untuk menemukan jati dirinya. Proses ini disebut proses mencari identitas ego. Jalan untuk mencari identitas ego pada remaja turut menentukan kualitas pribadinya maka akan menjadi remaja yang sehat, mandiri dan mampu bersosialisasi dengan baik. Remaja dalam menemukan jati diri, menentukan kualitas pribadinya yaitu bagaimana remaja dapat mengeksplorasi diri dalam berinteraksi denganteman sebaya dan bagaimana remaja mampu mengatur aktivitasnya (Haditono, 1992 : 237). Banyak cara untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk materi seperti mobil, pakaian, tatanan rambut dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Para remaja harus mengikuti standart budaya kawula muda bila ingin diterima oleh kelompok sebayanya dengan mempelajari standart prilaku dan nilai-nilai budaya (Hurlock, 1992 : 206). Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan supaya dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama remaja mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. Di sekolah, remaja menghabiskan waktu bersama-sama 6 jam sehari dan sekolah menyediakan berbagai aktivitas ekstrakurikuler bagi kegiatan berkelompok dengan teman sebaya. Remaja berkelompok berdasarkan minat dan kemampuan yang sama dimana kelompok yang menjadi acuan atau sasaran tersebut mempunyai arti penting baginya. Jadi, remaja akan mengembangkan kreatifitasnya bersama teman-teman yang dibutuhkan dan dianggapnya penting baginya (Rakhmat, 1999 : 100). Salah satu tugas perkembangan remaja (Hurlock, 1992 : 213) adalah memupuk kemampuan bersosialisasi dengan memperluas hubungan antar pribadi dan berinteraksi secara lebih dewasa dengan teman sebaya. Pentingnya pencapaian dari tugas perkembangan remaja adalah remaja akan merasa bahagia dimana aspirasi remaja terpenuhi, demikian pula dengan harapan masyarakat. Remaja dalam mengembangkan kemampuan sosialnya cenderung bergabung dengan kelompok dan banyak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas kelompok. Kemampuan remaja untuk dapat masuk dan bergabung serta beraktivitas bersama dalam kelompok dapat dilihat dari sejauh mana remaja dapat menyesuaikan diri terhadap pendapat kelompok yang dianutnya. Kondisi ini akan memberikan peluang terjadinya gambaran yang dimiliki tentang diri (konsep diri) menjadi baik. Remaja dalam pergaulan sudah tentu mempunyai perasaan ingin diterima dalam kelompok teman sebayanya (Soesilowindradini, tt : 202). Ia akan berusaha menyesuaikan diri dengan kelompok tersebut. Dengan diterimanya ia dalam kelompok teman sebayanya, maka akan membuat remaja tersebut merasa bahwa dirinya dihargai dan dihormati oleh teman-temannya, sehingga akan menimbulkan rasa senang, gembira, puas dan memberikan rasa percaya diri yang besar (Mappiare, 1982 : 172). Menurut penelitian yang dilakukan Hendriati (Psikodinamik, 2002) tentang hubungan antara perkembangan remaja dengan konsep diri dan penyesuaian diri remaja berdasarkan pendekatan ekologi. Pendekatan ekologi yaitu mencakup konteks keluarga dan sekolah yang diwakili oleh orang tua dan guru sebagai penunjang peranan dalam pencapaian dari tugas perkembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan orang tua dan guru dapat dijadikan sebagai lingkungan yang dapat membantu pengembangan konsep diri dan penyesuaian diri remaja. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perkembangan remaja menurut pendekatan ekologi. Adanya penerimaan teman sebaya dalam kelompok dapat ditujukan dengan indeks keberhasilan yang digunakan remaja untuk berperan dalam kelompok sosial dan menunjukkan derajat rasa suka anggota kelompok yang lain untuk bekerja ataupun bermain dengannya. Remaja akan mengukur keberhasilan atau kegagalannya berdasarkan jumlah sahabat yang dimilikinya dan berdasarkan jaminan statusnya dalam kelompok (Hurlock, 1997 : 297). Sketsa (dalam Bestari, 2001), menceritakan bahwa remaja mengisi waktu luangnya dengan beraktivitas. Misalnya belajar bermain musik. Adapun manfaat belajar disini adalah untuk melepaskan kemampuannya dalam rangka menentukan identitas dirinya dan membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya. Manfaat yang lain yaitu remaja dapat bergaul dengan teman sebaya untuk menghayati masa mudanya. Remaja dalam proses belajar, pasti mendapatkan pengalaman yang berupa kegagalan atau kesuksesan. Kesuksesan yang diperoleh menunjukkan bahwa remaja tersebut merasa diterima dalam kelompok sebayanya. Sedangkan kegagalan mengakibatkan remaja merasa tidak berharga sehingga mereka merasa tidak diterima. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan yang menjadi salah satu penyebab rendahnya konsep diri dan harga diri (Hetty, 2002 : 4). Kegagalan dalam memperoleh identitas diri akan menyebabkan beberapa gangguan prilaku patologis, seperti : impulsif, gelisah, mudah terpengaruh (Rakhmat, 1999 : 39), perasaan tidak mampu, rendah diri, ragu, penyesuaian diri yang buruk, mudah putus asa, kurang orientasi, motif berprestasi rendah. Pada dasarnya remaja ingin memiliki kemampuan mental atau kemampuan-kemampuan dalam hal lain yang unggul yang menyebabkan dirinya selalu diterima (Haditono, 1991 : 201). Dilingkup sekolah, penerimaan teman sebaya bisa diperoleh karena prestasi belajar yang dimiliki, bisa juga remaja diterima didalam kegiatan ekstrakurikuler misalnya pemain band, penyanyi, Tilawatil Qur`an hingga menjadi atlit olah raga. Dimana semua kegiatan disini ditekuni berdasarkan minat dan hobby masing-masing individu untuk mengembangkan kreatifitasnya. Ada juga penerimaan dari teman sebaya itu atas dasar penampilan fisik yang dimiliki. Mereka masuk dalam kelompok sebaya yang memiliki minat sama. Disinilah remaja melakukan interaksi dan belajar menekuni bidang yang sama. Tetapi ada juga remaja yang selalu mengikuti perbuatan apa saja yang dilakukan oleh kelompok sebayanya hanya karena ingin diterima dalam kelompok tersebut. Seperti yang diberitakan oleh Sugandha dimana polisi menangkap sekelompok remaja yang masih duduk di SMU tengah menikmati minuman keras dan sabu-sabu. Hal ini mereka lakukan semata-mata supaya diterima oleh kelompok sebayanya dan untuk mendapatkan simbol status bahwa mereka sudah bisa dianggap dewasa (dalam SERGAP, 23 Desember 2004). Perilaku yang demikian dapat menghancurkan moralitas remaja selanjutnya dan membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan selanjutnya. Widi (dalam Aneka, 2004) menceritakan tentang penerimaan oleh teman-teman dalam kelompok penghuni terakhir. Disini, anggota dari kelompok penghuni tersebut harus bersikap saling menghormati dan menghargai, tetapi itu tergantung dari bagaimana individu bersikap. Mereka yang lebih banyak disukai dan diterima oleh teman-temannya maupun masyarakat yang mendukungnya melalui sms, akan membuat individu tersebut merasa dirinya berharga, bangga pada diri sendiri dan lebih percaya diri sehingga ia akan lebih berjuang dalam mengembangkan kreatifitasnya. Percaya diri merupakan salah satu faktor pendukung terbentuknya konsep diri (Maltz, dalam Rakhmat, 1999: 101). Konsep diri tumbuh dan berkembang dalam interaksi sosial maka perubahan dan modifikasinya pun terjadi dalam proses interaksi sosial yang berlangsung sepanjang hidup seseorang. Penerimaan kelompok sebaya sangat mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku remaja. Penerimaan kelompok sebaya itu sendiri merupakan persepsi tentang diterima atau dipilihnya individu tersebut menjadi anggota dalam suatu kelompok tertentu (Hurlock, 1997 :293). Seorang remaja yang diterima disekolahnya baik karena faktor fisik yang baik, kemampuan pikir yang cerdas maupun sikap yang ramah dan rendah hati, akan merasa bahagia dan memiliki konsep diri yang positif (Mappiare, 1982 : 92). Hal ini didukung oleh Burn (1993 : 42) bahwa proses belajar dan pengalaman terutama yang berhubungan dengan dirinya baik yang berupa kegagalan dan kesuksesan dapat membentuk konsep diri. Remaja yang mengalami kesuksesan akan menampilkan konsep diri yang positif. Sedangkan remaja yang mengalami kegagalan akan membentuk konsep diri yang negatif. Berdasarkan penelitian Azizah (2003) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara penerimaan kelompok sebaya terhadap penyesuaian diri remaja. Hal ini dapat dibuktikan dari analisis random sampling yaitu F = 107,852 dan P = 0,000 yang artinya bahwa dengan diterimanya remaja dalam kelompok sebaya maka penyesuaian diri remaja tinggi. Sebaliknya dengan ditolaknya remaja dalam kelompok sebaya maka penyesuaian diri remaja rendah. Konsep diri positif dapat diketahui dengan adanya evaluasi diri dan penerimaan diri yang positif disertai adanya self esteem yang tinggi. Sebaliknya konsep diri negatif dapat diketahui dengan adanya evaluasi diri yang negatif, rasa benci terhadap diri sendiri, inferior, kurang bisa menerima diri sendiri dan merasa kurang berharga (Burn, 1993 : 72). Hal ini menimbulkan perubahan sikap, perilaku dan penilaian diri yang berpengaruh pada pembentukan konsep diri. Adapun pengertian dari konsep diri adalah pandangan seseorang mengenai dirinya meliputi kondisi fisik, sosial dan psikologiknya (Brooks, dalam Rakhmat; 1996 : 99). Hasil penelitian Khusna (2002) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara pemenuhan kebutuhan dengan konsep diri remaja. Hal ini telah dibuktikan melalui hasil analisis random sampling yaitu r = 0,796 dan p = 0,000, yang berarti bahwa semakin terpenuhinya kebutuhan maka semakin realistis konsep diri yang dimiliki. Peran konsep diri dalam membentuk kepribadian dibuktikan dalam banyak penelitian diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Robert Rosenthal dan Leonard (1968) terhadap anak sekolah tingkat dasar. Guru pengajarnya diberi sejumlah nama yang memungkinkan memiliki prestasi (sebenarnya dipilih secara random dan tanpa dasar apapun) dan ternyata anak-anak yang namanya berada dalam daftar tersebut menunjukkan prestasi akademik yang lebih menonjol dari pada anak-anak lainnya. Asumsinya adalah karena anak-anak tersebut diperlakukan secara lebih apresiatif baik verbal ataupun non verbal, dan guru lebih menolong mereka dan memperbaiki konsep diri mereka (Rakhmat, 1999 : 91-92). Hasil penelitian Ana (2002) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara konsep diri dengan pengungkapan diri (self disclosure) pada remaja di SMU Muhammadiyah 3 Malang. Hal ini terbukti dari hasil yang diperoleh yaitu rxy = 0,621 dan p = 0,000. maka ada hubungan yang positif antara dua variabel tersebut yaitu semakin positif konsep diri seseorang maka semakin tinggi pula pengungkapan dirinya. Dengan kata lain remaja dapat mengembangkan pemahaman dan penilaian terhadap dirinya. Berdasarkan dokumentasi Guru BK di SMUN I Probolinggo, diperoleh rincian data tentang konsultasi siswa-siswa yang bermasalah atau kasus yang dihadapi siswa selama periode tahun 2003-2004 sebanyak 50 siswa. Adapun rincian kasus ada pada tabel berikut :
Tabel 1
Rincian Kasus yang dihadapi Siswa-siswi SMUN I Probolinggo
Pada Tahun 2003-2004
No Jenis Kasus Alasan Jumlah Kasus
1. Minder atau 19 siswa
Status ekonomi rendah
rendah diri (6 pria, 13 wanita)
2. Kecewa dan sakit Diputus pacar dan 10 siswa
hati diselingkuhi (4 pria, 6 wanita)
3. Ikutan trend anak gaul 9 siswa
Merokok
supaya dianggap dewasa (6 pria, 3 wanita)
4. Minum-minuman Ingin diterima sebagai 8 siswa
keras anggota geng yang diminati (6 pria, 2 wanita)
5. Narkoba (obat-
Ingin terkenal atau populer 2 siswa pria
obatan terlarang)
6. Pergaulan bebas Merayakan hari valentine 2 siswa pria- wanita
Total Jumlah 50 siswa
Atas dasar dokumentasi inilah, peneliti tertarik untuk meneliti siswa-siswi SMUN I Probolinggo dimana sekolah ini merupakan sekolah favorit di kota Probolinggo karena mereka yang masuk sekolah tersebut berdasarkan prestasi yang dimiliki, bukan karena status sosial, status ekonomi maupun latar belakang keluarga. Akan tetapi dalam proses penyesuaian diri ketika siswa-siswi itu bergaul dan berinteraksi satu sama lain, timbul masalah yaitu ketidakcocokan yang disebabkan oleh perbedaan status dan latar belakang keluarga. Siswa atau remaja yang status ekonominya rendah merasa tidak percaya diri, ragu dan minder untuk berteman dengan teman-teman yang status ekonominya tinggi. Sikap demikian (tidak percaya diri, ragu dan minder) merupakan bentuk dari konsep diri yang negatif (Hurlock, 1974 : 33). Mereka merasa tidak diterima oleh kelompok sebaya yang dianggap lebih tinggi status ekonominya. Kemudian remaja-remaja ini berusaha mencari perhatian teman-temannya dengan melakukan tindakan-tindakan negatif diantaranya minum-minuman keras dan menggunakan obat-obatan supaya bisa diterima dikalangan sebayanya. Latar belakang yang baik, dipandang dari sudut status sosial ekonomi keluarga, dapat mendukung stabilitas penerimaan sosial ekonomi keluarga karena dapat membantu remaja mempelajari pola perilaku dan nilai yang akan selalu mendapat persetujuan dan dukungan sosial ketika mereka beranjak dewasa (Hurlock, 1997 : 299). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja yang diterima dikalangan teman sebaya memiliki peran penting bagi remaja itu sendiri. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara penerimaan kelompok sebaya dengan konsep diri pada remaja.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diungkap adalah apakah ada hubungan antara penerimaan kelompok sebaya dengan konsep diri pada remaja?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penerimaan kelompok sebaya dengan konsep diri pada remaja.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dilakukan untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Psikologi khususnya Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan.
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua, guru
maupun remaja dalam pembentukan konsep diri yang positif.

1 Komentar untuk "HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN KELOMPOK SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA DI SMUN I PROBOLINGGO"

Anonim mengatakan...

boleh minta kontak penelitinya?

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel