Login Sekarang

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY MATEMATIKA DENGAN PRESTASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan masyarakat modern, matematika di pandang sebagai suatu ilmu pengetahuan untuk masa kini yang meliputi pengetahuan tentang berhitung dan ilmu ukur ruang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara berpikir yang logis, rasional, dan eksak agar dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan matematika. Untuk mempelajari dan menguasai matematika di tuntut suatu ketelitian dalam pemecahannya agar mendapatkan hasil yang tepat dan arahnya jelas yaitu sesuai penalaran yang benar. Pada masyarakat umum, seringkali prestasi anak pada pelajaran matematika dijadikan patokan kecerdasan. Orang tua akan cemas apabila anaknya kurang berprestasi dan memperoleh nilai matematika yang memuaskan. Ini mungkin terjadi, karena matematika memegang peranan dalam sebuah kurikulum akademik, serta digunakan dalam Ujian Akhir Negara, walaupun ada beberapa kasus yang terjadi pada pelaksanaan Ujian Akhir Negara tahun 2004 bahwa banyaknya siswa yang harus mengikuti ujian ulang karena nilai matematika yang dicapainya tidak memenuhi target, yaitu sebesar 4.01, dan ini terjadi di beberapa propinsi (Liputan6.com). Lebih dari itu, matematika juga dapat digunakan sebagai sebuah prediktor keberhasilan seseorang yang kuat saat adanya seleksi (seleksi untuk mencapai yang terbaik dalam sebuah perlombaan cerdas cermat, seleksi untuk mendapatkan beasiswa). Hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara matematikawan dalam memberikan pengertian yang tepat tentang matematika itu sendiri. Tapi Sujono pada tahun 1988 (Hamzah, 2003 :1) mencoba memberikan beberapa definisi matematika, diantaranya matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisir secara sistematis. Salah satu karakteristik matematika adalah memiliki objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) pada tahun 1999 melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat 8 (setara kelas II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional dan berada dirangking 34 dari 38 negara (dalam Suharta, 2002 :1). Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah yang dalam mempelajari matematika. Selain itu belajar matematika bagi siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep matematika itu sendiri sangat lemah. Sebagai contoh, seperti yang umumnya terjadi di Indonesia, pengajaran murid sekolah yang dilakukan oleh guru umumnya menerapkan metode ceramah, memberi contoh, memberi soal latihan sebelum akhirnya soal itu dibahas bersama-sama. Hal itu pun terjadi pada mata pelajaran matematika yang merupakan salah satu pelajaran pokok pada kurikulum sekolah di Indonesia. Guru jarang, bahkan mungkin tidak pernah sama sekali melibatkan siswa dalam mempelajari matematika secara langsung dalam kehidupan nyata, misalnya mengajak siswa untuk pergi kepertokoan untuk mempraktekkan sendiri cara perhitungan discount atau potongan harga di pertokoan tersebut. Atau mengajak siswa pergi ke sebuah kolam renang untuk menghitung sendiri secara langsung berapa volume air yang ada di kolam renang tersebut. Metode mengajar dengan hanya berpatok pada teori dan pembelajaran dikelas, tidak jarang membuat siswa merasa cepat bosan ketika diberikan materi pelajaran. Akibatnya motivasi untuk lebih mengerti dan menguasai materi matematika itu sendiri otomatis akan menurun. Matematika hanya di anggap sebagai sebuah kewajiban untuk di pelajari karena tercantum dalam kurikulum akademik, tanpa ada pemaknaan lebih dalam lagi tentang matematika itu sendiri serta manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain kurangnya motivasi dari dalam diri siswa, pengalaman-pengalaman terdahulu yang kurang menyenangkan dari proses mempelajari matematika, baik dialami oleh siswa secara langsung maupun tidak langsung, juga mempengaruhi persepsi siswa tentang pelajaran matematika. Jika siswa berpersepsi tidak menyenangkan pada matematika, maka siswa akan menjadi enggan untuk mempelajari matematika lebih giat dan memiliki prestasi yang lebih tinggi. Berikut adalah sedikit gambaran mengenai peranan self efficacy. Ketika siswa mengalami situasi yang tidak menyenangkan seperti diatas, maka keyakinan akan kemampuannya untuk mengorganisir dan mengontrol penggunaan kemampuannya, khususnya dalam keterampilannya pada mata pelajaran matematika dapat digunakan sebagai motivator, sehingga siswa akan memperbesar usahanya agar dapat mencapai prestasi seperti yang diharapkannya. Semakin tinggi self-efficacy yang di miliki individu, maka akan semakin tinggi pula motivasi individu tersebut untuk memperbesar usahanya agar mencapai hasil yang lebih optimal. Self-efficacy sendiri, seperti yang disimpulkan dari pendapat Bandura pada tahun 1981 (Pajares&Schunk, 2001 :1) adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya dalam mengorganisir, mengontrol, dan melaksanakan serangkaian tingkah laku untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Tapi di Indonesia sendiri, banyak di antara para pendidik, khususnya dibidang matematika belum sadar bahkan belum mengetahui fakta bahwa salah satu aspek psikologi yang dinamakan self efficacy ini dapat mempengaruhi pencapaian prestasi seorang siswa. Semakin tinggi self eficacy yang dimiliki seorang siswa, maka akan semakin baik prestasi yang mampu dicapainya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah self efficacy yang dimiliki seorang siswa, maka akan semakin rendah pula prestasi yang mampu dicapai siswa tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Betz dan Hacket pada tahun 1983 (Pajares, 2002:11) melaporkan bahwa dengan self efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang di berikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi di bandingkan siswa yang memiliki self efficacy rendah. Selain itu menurut Hacket di tahun 1985 dan Reyes tahun 1984 (Pajares, 2002:10) self efficacy juga dapat membuat seseorang lebih mudah dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan soal-soal matematika yang dihadapinya, bahkan soal matematika yang lebih rumit atau spesifik sekalipun. Penelitian mengenai self efficacy di bidang matematika sudah dilakukan oleh beberapa ahli. Diantara pada tahun 1982 oleh Colin (Bandura, 1997 :214) dalam penelitian yang menyeleksi anak-anak sekolah yang menilai diri mereka masuk kedalam efficacy tinggi dan efficacy rendah dalam tiap level kemampuan matematika. Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa hanya memperlihatkan sedikit kemampuannya karena salah satu atau kedua sebab ini, yaitu kurangnya keterampilannya dalam memecahkan soal-soal yang di berikan atau karena mereka memiliki kemampuan tapi kurang mampu menggunakan personal efficacy yang dimilikinya secara optimal. Pietsch, Walker, dan Chapman (Journal of Education Psychology Vol. 95, No. 3, 2003 : 589-603) dalam penelitiannya memberikan soal-soal matematika siswa kelas 9 dan 10 pada siswa kelas 8 sebelum diberikan skala self-efficacy. Setelah dua minggu siswa kelas 8 diberikan soal-soal matematika lagi yang kurang lebih tingkat kesulitannya sama dengan yang diberikan sebelumnya. Setelah itu hasil yang berupa nilai dari kedua tes tersebut dibandingkam dan hasilnya ternyata nilai hasil dari tes yang kedua nilainya lebih baik dari yang pertama. Dari hasil ini dapat ditarik kesimpulan siswa yang berusia 13-15 tahun, yang merupakan kriteria sampel dalam penelitian ini, dapat mengembangkan efficacy belief-nya ketika mereka dihadapkan pada soal-soal matematika yang relatif sulit Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang hubungan self-efficacy matematika dengan prestasi matematika siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Adakah hubungan antara self efficacy matematika dengan prestasi matematika siswa Sekolah Menengah Pertama?”

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : “Untuk mengetahui hubungan antara self efficacy matematika dengan prestasi matematika siswa Sekolah Menengah Pertama”

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik dari sisi teoritis maupun praktis. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi
pengembangan ilmu psikologi pada umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya.
2. Manfaat praktis Dengan penelitian ini, maka diharapkan pendidik beserta orang tua mengetahui peran penting self efficacy sebagai salah satu aspek psikologi yang dapat menunjang prestasi anak agar lebih optimal, khususnya dibidang matematika, dan dapat menerapkan metode bimbingan dan pengajaran yang lebih baik agar dapat meningkatkan self efficacy yang dimiliki siswa sehingga prestasi matematika siswa juga diharapkan dapat mencapai taraf yang lebih baik.

Belum ada Komentar untuk "HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY MATEMATIKA DENGAN PRESTASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel