Login Sekarang

HUBUNGAN JAMINAN KESELAMATAN KERJA DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
  Setiap organisasi, terutama organisasi profit seperti perusahaan, sikap dan perilaku karyawan dapat menentukan kualitas dan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Diantara berbagai sikap dean perilaku karyawan, intensi turnover adalah salah satu masalah yang sangat  menarik karena turnover merupakan keputusan akhir yang melibatkan komitmen terhadap organisasi. Selain permasalahan intensi turnover, permasalahan jaminan keselamatan kerja merupakan fenomena penting dalam organisasi. Dan beberapa penelitian terdahulu yang  dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian berikutnya yang menyangkut jaminan keselamatan kerja dan intensi turnover karyawan yang terjadi di perusahaan, diantaranya adalah: Menurut Chen, Hui, dan Sego (1998: 922) menyimpulkan bahwa pengujian dari hubungan zero – order mengindikasikan bahwa: a. Keseluruhan OCB (Organizational Citizenship Behavior) mempunyaihubungan negatif dengan turnover aktual dengan nilai rerata =  -0.28 dan p<0.01 b. Intensi turnover mempunyai hubungan yang positif dengan turnover (r=0.15 dan p<0.05) c. Intensi turnover mempunyai hubungan negatif dengan OCB (r=  -0.17 dan p<0.05) Dalam perhitungannya, hubungan  zero  – order menyediakan dukungan umum untuk hipotesis  – hipotesis yang diajukan bahwa OCB dan intensi turnover sama-sama mempengaruhi turnover aktual, sedangkan dari hasil pengujian analisis regresi linier, dari  kofisien beta mengindikasikan bahwa 3 variabel, yaitu: jabatan, intensi turnover, dan OCB memiliki pengaruh yang signifikan dalam turnover aktual, khususnya karyawan  yang bekerja lebih lama dalam organisasi akan lebih suka untuk meninggalkan organisasi  (ß= 0.36 & p<0.05) Karyawan yang memiliki intensi turnover yang kuat, akan lebih suka untuk keluar dari organisasi   (ß= 1.07 & p<0.05); dan karyawan yang memiliki tingkat OCB yang rendah akan lebih suka untuk keluar dari organisasi  (ß= -2.36 & p<0.001) Hasil ini menunjukkan bahwa intensi tunover, seperti halnya OCB merupakan faktor yang memprediksikan turnover aktual karyawan.   Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa intensi turnover menyebabkan Organizational Citizenship Behavior (OCB) rendah, dan menyebabkan terjadinya turnover aktual karyawan.   Beberapa faktor yang mempengaruhi intensi turnover diantaranya adalah kepuasan kerja, kebosanan kerja dan tingkat performansi. Menurut Handi dan Suhariadi (2003: 54) menyebutkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara keadilan organisasi terhadap intensi turnover. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian signifikansi yang diperoleh nilai f sebesar 32.234 dengan  tingkat signifikansi p=0.000 jauh lebih kecil dari 0.005. probabilitas yang jauh lebih kecil dari 0.005, dapat dipakai model regresi untuk memprediksi intensi turnover atau dapat diartikan bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi turnover.   Menurut Allen dan Griffeth (2001: 1014) menyebutkan bahwa dari pengujian matriks ada hubungan yang tidak signifikan antara turnover, intensi turnover, maupun kepuasan kerja, walaupun begitu hal tersebut memiliki hubungan yang signifikan positif dengan alternatif-alternatifnya (0.25). seperti diketahui, kepuasan  (-0.52) dan alternatif-alternatif (0.22) dihubungkan dengan intensi turnover. Sedangkan kepuasan kerja  (-0.22) dan intensi turnover (0.45) mempunyai hubungan yang signifikan dengan turnover, meskipun seperti diketahui intensi turnover akan berhubungan lebih erat dengan turnover. Dan apabila dilihat dari model tes struktural maka dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan alternatif-alternatifnya dengan intensi turnover. (masing-masing –0.58 dan 0.23) dan ada hubungan yang signifikan positif antara intensi turnover dengan turnover (0.46). Sedangkan berdasarkan model dan hasilnya, terdapat hubungan yang negatif antara performansi dan turnover, sehingga diharapkan ketika kemungkinan pemberian hadiah tinggi, maka kemungkinan untuk meninggalkan perusahaan bagi karyawan yang berprestasi, akan rendah. Dan jika performansi dapat meningkatkan kepuasan dan memunculkan alternatif-alternatif baru, maka akibat-akibat secara keseluruhan dalam turnover dapat dihapuskan.    Menurut Trevor, Gerhart, dan Boudreau (1997: 44) menyebutkan ada hubungan yang signifikan negatif antara pertumbuhan gaji dengan turnover pada semua tingkatan performansi, tetapi besarnya meningkat dengan jelas sebagai kenaikan performansi. Pertumbuhan gaji mempengaruhi peluang turnover untuk karyawan pada tingkat performansi 4.5 adalah 30% sedang untuk tingkat performansi 5.0 adalah 3.9%. Dan korelasi antara tingkat performansi dan efek pertumbuhan gaji adalah 0.95 (p<0.001). Selain itu ada hubungan yang positif dan signifikan antara promosi dan turnover, dan yang paling kuat terdapat pada dua kategori performansi paling rendah, dan tidak berbeda dari nol (0) untuk lima kategori performansi utama. Korelasi antara tingkatan performansi utama. Korelasi antara tingkatan performansi dan akibat dari promosi terhadap kemungkinan turnover adalah  –87 (p<0.01). sehingga hal ini berarti bahwa pertumbuhan gaji yang tinggi memprediksikan  turnover yang agak rendah, begitu pula sebaliknya pertumbuhan gaji yang rendah memprediksikan turnover yang sangat tinggi. Selain itu ada hubungan negatif antara promosi dan turnover, yang menunjukkan bahwa dengan promosi yang tinggi, maka turnover akan rendah. Begitu pula sebaliknya yaitu jika promosi rendah maka turnover akan tinggi. Menurut Rohmawati (2000: 52) ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap intensi turnover. Seperti terlihat pada hasil analisis dari penelitiannya yaitu dengan nilai f = 75.202 dan p = 0.000 Dengan koefisien determinan variabel kepuasan kerja terhadap intensi turnover adalah 0.507, maka sumbangan efektif kepuasan kerja terhadap intensi turnover sebesar 50.7%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Dari  beberapa penelitian tentang intensi turnover diatas dapat disimpulkan bahwa intensi turnover dipengaruhi oleh keadilan organisasi yang didalamnya terdapat keadilan distributif dan keadilan prosedural, selain itu intensi turnover juga dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan gaji, kebosanan kerja, ketidakpuasan terhadap kerja, dan tingkat promosi.  Berdasarkan penelitian-penelitian di atas tidak menutup kemungkinan terdapat faktor lain yang turut mempengaruhi intensi turnover karyawan. Faktor pemberian jaminan keselamatan kerja misalnya. Hal ini di dukung oleh teori hierarki kebutuhan Maslow, dimana faktor safety need atau kebutuhan akan rasa aman merupakan salah satu dari kebutuhan manusia. Dan perlindungan tersebut  bertujuan agar karyawan secara aman melakukan pekerjaannya. Ardani (2003: 107) menyebutkan bahwa dari hasil analisanya menunjukkan ada hubungan yang negatif antara persepsi tentang keselamatan dan kesehatan kerja dengan stres kerja pada pekerja di Pertamina Unit Pengolahan (UP) VI Balongan  – Indramayu  Jawa Barat.Dengan nilai P= 0.008 hal ini menunjukkan ada korelasi negatif yang artinya apabila persepsi tentang keselamatan dan kesehatan kerja pekerja di Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan  – Indramayu baik (positif) maka stres kerjanya rendah, sebaliknya apabila persepsi tentang keselamatan dan kesehatan kerja pekerja di Pertamina Unit Pengolahan (UP) VI Balongan  – Indramayu tidak baik (negatif) maka stres kerjanya tinggi. Pekerja Pertamina merasa lingkungan tempat bekerja menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi dirinya sehingga keadaan tersebut menimbulkan perasaan aman dan nyaman dalam bekerja, serta tidak menimbulkan stres dalam bekerja. Hasil analisa dari Hoffmann, Morgenson, dan Gerras (2003: 170) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara iklim keselamatan dengan batasan peran keselamatan warga negara dan perilaku keselamatan warga negara (r= 0.23 dan r= 0.48) meskipun hal ini tidak dihipotesiskan. Namun terdapat hubungan yang signifikan antara pergantian pemimpin dengan perilaku keselamatan warga negara (r= 0.40 dan p= 0.01); pergantian pemimpin dan batasan peran keselamatan warga negara (r = 0.29 dan p= 0.01); serta batasan peran keselamatan warga negara dengan perilaku keselamatan warga negara (r= 0.35 dan p= 0.01). Dalam penelitian ini keadaan organisasi bertindak sebagai moderator dari hubungan antara pergantian pemimpin dan batasan peran keselamatan warga negara. Secara khusus, dalam konteks kerja, apabila terdapat iklim keselamatan yang lebih positif, karyawan menjadi lebih menyukai  melihat perilaku keselamatan warga negara sebagai bagian dari tanggung jawab formal mereka. Frances, Tjahjoanggoro, dan Atmaji (2001: 215) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara sikap terhadap manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan OCB, hal ini dilihat dari nilai r = 0.830 dan p = 0.000. Subyek yang memiliki sikap terhadap manajemen keselamatan dan kesehantan kerja sangat tinggi, memiliki OCB yang sangat tinggi pula (50%). Hal ini berarti bahwa jika sikap  terhadap manajemen keselamatan dan kesehatan kerja tinggi, OCB juga kan tinggi, dan sebaliknya jika sikap terhadap manajemen keselamatan dan kesehatan kerja rendah, OCB juga akan rendah.  Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja mempengaruhi stres kerja, rasa aman dan nyaman. Selain itu iklim keselamatan juga berpengaruh terhadap batasan peran keselamatan warga negara dan perilaku keselamatan warga negara. Sedangkan sikap terhadap manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat mempengaruhi OCB, jadi apabila sikap terhadap manajemen keselamatan dan kesehatan kerja baik maka OCB akan tinggi.  Mawardi (2003: 3) menyebutkan bahwa dari hasil penelitiannya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dan keterlibatan sebagai agen perubahan keselamatan kerja dengan nilai p = 0.041 dan r =  -0.41. Hal ini berarti bahwa faktor gaya kepemimpinan tidak mempengaruhi karyawan dalam keterlibatannya sebagai agen perubahan keselamatan kerja. Sedangkan  untuk “Active  – Management by Exeption” (suatu faktor dalam gaya kepemimpinan transaksional dan Laissez Faire (Non Leadership Style) justru memiliki hubungan positif dengan persepsi terhadap praktek manajemen keselamatan kerja. Sehingga Active  – Management by Exeption dan Laissez Faire yang baik akan memunculkan persepsi praktek manajemen keselamatan kerja yang baik. Begitu pula sebaliknya, jika Active  – Management by Exeption dan Laissez Faire yang buruk akan memunculkan persepsi praktek manajemen keselamatan kerja yang buruk. Dalam hal ini iklim keselamatan dalam suatu organisasi diharapkan menjadi hal yang sama dalam semua lapisan organisasi yaitu untuk menghindari permasalahan.  Asnawi (2002: 24) menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keterlibatan pelaksanaan tugas dengan disiplin palaksanaan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja karyawan yang dapat diketahui dari hasil koefisien korelasi sebesar 0.741 dengan p<0.05. Hal ini berarti bahwa aktivitas dalam menjalankan tugas memerlukan adanya perhatian terhadap peraturan pelaksanaan disiplin, sehingga semakin terlibat seseorang dalam suatu aktivitas pekerjaan maka semakin tinggi perhatian atau disiplinnya dalam melaksanakan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja. Apabila yang bersangkutan tidak disiplin dalam melaksanakan peraturan K3, maka kemungkinan besar akan tertimpa kecelakaan atau membahayakan kesehatannya sendiri. Pelaksanaan disiplin terbukti dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah keterlibatan pelaksanaan tugas,  yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap disiplin pelaksanaa K3 yaitu sebesar 57.7% artinya keterlibatan pelaksanaan tugas dapat menjadi faktor dominan dalam pembentukan disiplin pelaksanaan peraturan K3 dibandingkan dengan faktor – faktor lain. Dalam menumbuhkan iklim keselamatan pada karyawan, ada faktor yang mempengaruhinya yaitu pergantian pemimpin. Sedangkan untuk persepsi praktek manajemen keselamatan kerja dipengaruhi oleh suatu faktor gaya kepemimpinan transaksional yaitu “Active  – Management by Exeption” dan Laissez Faire. Selain itu disiplin pelaksanaan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja dipengaruhi oleh keterlibatan pelaksanaan tugas dalam organisasi. Secara garis besar dapat diambil kesimpulan bahwa intensi turnover disebabkan oleh kebosanan dan ketidakpuasan kerja, karena karyawan-karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinannya untuk meninggalkan pekerjaan daripada mereka yang merasa puas.  Dan salah satu faktor yang dapat menumbuhkan kepuasan kerja adalah dengan pemberian jaminan yaitu jaminan fisik dan non fisik. Jaminan fisik dapat berupa tunjangan hari tua, jaminan kematian, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, dll. Sedangkan jaminan non fisik berupa perasaan aman, yang dapat ditimbulkan dengan penciptaan kondisi lingkungan kerja yang aman secara fisik dan psikis. Hal ini disebabkan karena kondisi kerja merupakan faktor yang penting dalam usaha mempertahankan karyawan. Dewasa ini keselamatan kerja telah merupakan bagian terpenting dari manajemen perusahaan. Keselamatan kerja merupakan tanggung jawab semua pihak, sehingga  banyak pengusaha yang menganggap upaya pengadaan jaminan keselamatan kerja sangat bermanfaat dalam meningkatkan keuntungan bagi perusahaannya disamping dapat meningkatkan semangat kerja karyawannya serta mengurangi intensi turnover karyawan. Karena dengan pemberian jaminan keselamatan yang berupa jaminan kesehatan, asuransi kecelakaan diri, jaminan kematian dan tunjangan hari tua serta pemberian Alat Perlindungan Diri (APD) seperti masker, ear plug, helm, kaos tangan dan sebagainya dapat meningkatkan rasa aman karyawan, sehingga karyawan akan lebih giat dalam bekerja dan hal ini dapat mengurangi keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan.  Berdasarkan hasil studi pendahuluan di lapangan, maka didapatkan bahwa bagian produksi di PT. Otsuka Indonesia memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya ancaman keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini dikarenakan di PT. Otsuka Indonesia memiliki jumlah karyawan yang cukup banyak dan para karyawan bagian produksi berhadapan dengan zat  – zat berbahaya yang memungkinkan terjadinya kecelakaan, dan apabila bersentuhan langsung atau asuk dalam tubuh manusia melebihi nilai ambang batas dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan sel tubuh manusia, memicu pertumbuhan sel kanker, menghambat dan merusak kemampuan tubuh dalam menghasilkan  antibody, mengakibatkan cacat tubuh, hingga kematian. Dimana zat-zat tersebut digunakan sebagai bahan pembuatan cairan infus, obat-obatan, alat-alat kesehatan dan minuman isotonic bermerek POCARI SWEAT.  Selain resiko-resiko yang disebabkan oleh zat-zat berbahaya, ada juga yang disebabkan oleh alat-alat berat yang digunakan untuk proses produksi, seperti ketel uap, dimana uap panas dari ketel uap ini dikirim untuk proses produksi. Ketel uap ini memerlukan  perawatan khusus dan harus selalu diperhatikan tekanannya agar tetap stabil, karena apabila tekanannya berlebih dapat menimbulkan ledakan, sehingga akan membahayakan seluruh karyawan dan masyarakat yang ada di sekitar PT. Otsuka Indonesia. (Hal ini sesuai  dengan yang dikemukakan oleh Bapak Suriswoto, kepala bagian K3). Namun selama 6 tahun terakhir PT.Otsuka Indonesia telah 2 kali mendapatkan Bendera Emas yaitu pada tahun 2000 dan 2003 serta mendapatkan penghargaan Zero Accident sebanyak 6 kali, yang berarti bahwa di PT. Otsuka Indonesia tidak pernah terjadi kecelakaan besar yang menyebabkan hilangnya jam kerja. Penghargaan ini diberikan langsung dari presiden. Hal ini memunculkan dugaan bahwa pelaksanaan jaminan keselamatan kerja yang ada di PT. Otsuka Indonesia telah berjalan cukup baik. Namun apakah dengan telah diterapkannya jaminan keselamatan kerja yang cukup baik tersebut mampu mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut ataukah masih ada karyawan yang mempunyai niat untuk keluar dari perusahaan tersebut.   Berangkat dari uraian diatas maka penelitian ini mengambil judul “Hubungan antara Jaminan Keselamatan Kerja dengan Intensi Turnover Karyawan pada PT. Otsuka Indonesia Lawang”.
B. Rumusan Masalah
  Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, Apakah ada hubungan antara Jaminan Keselamatan Kerja dengan Intensi Turnover karyawan pada PT. Otsuka Indonesia Lawang.
C. Tujuan Penelitian
  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui  hubungan antara Jaminan Keselamatan Kerja dengan Intensi Turnover karyawan PT. Otsuka Indonesia Lawang.
D. Manfaat Penelitian
1.  Secara Teoritis Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahua  khususnya ilmu psikologi industri dan organisasi.
2.  Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, karyawan, dan dapat digunakan oleh perusahaan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan perusahaan sehubungan dengan jaminan keselamatan kerja yang dapat mempengaruhi intensi turnover karyawan, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai pemikiran untuk meningkatkan produktifitas dan keberhasilan perusahaan.

Belum ada Komentar untuk "HUBUNGAN JAMINAN KESELAMATAN KERJA DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel