Login Sekarang

HUBUNGAN PERSONAL POWER PEMIMPIN DENGAN KONFLIK KERJA PADA KARYWAN DI PEMDA (PEMERINTAH DAERAH) PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa konflik kerja ini mempengaruhi kepuasan kerja, semangat kerja, dan prestasi kerja, seperti yang dijelaskan E.Kossek (1998:139) bahwa ada hubungan antara konflik kerja dengan kepuasan kerja. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa dalam dunia kerja hubungan keluarga bisa mempengaruhi kepuasan kerja dan konflik kerja dalam keluarga. Menurut Kurniarini (2001:71) dalam penelitiannya bahwa ada hubungan konflik kerja dengan kepuasan kerja pada karyawan Bank Mandiri cabang Surabaya. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil uji korelasi (r) sebesar 0.693 dengan taraf signifikansi sebesar 0.001, yang dapat di tarik kesimpulan bahwa ada hubungan positif antara konflik dengan kepuasan kerja.  Ibrahim (1999:75) mengatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara konflik kerja dengan semangat kerja karyawan di UD. DEWI SARTIKA JAYA Blitar dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.481 dan taraf signifikansinya sebesar 0.000. Dalam penelitian Mukti (1999:68), menyebutkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan konflik kerja terhadap prestasi kerja karyawan di PT. PERHUTANI Malang. Dimana nilai f hitung diperoleh sebesar 18,310 dengan nilai taraf signifikansi sebesar 0,001. Dan di sisi lain, konflik kerja juga di pengaruhi oleh menejemen konflik, stres kerja, penyesuaian sosial, hubungan interpersonal, gaya kepemimpinan dan efektifitas komunikasi. Seperti yang dikemukakan oleh Sukowati (2001:69), disebutkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara manajemen konflik dengan konflik kerja karyawan PT. SUDINAR RATHA Malang, dimana nilai koefisien korelasi (r) di peroleh sebesar 0.751 dengan taraf signifikansi sebesar 0.001 dan sumbangan efektif dalam penelitian ini diketahui sebesar 0.571 atau 57.1 % sisanya adalah variabel lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini. Begitu pula hasil penelitian Sriwahyuni (2000:49) menarik kesimpulan bahwa “terdapat hubungan yang signifikan antara Stres Kerja dengan konflik kerja pada karyawan menggunakan shift kerja di PT. TELAGAMAS  MITRA ALASINDO Pasuruan” dengan nilai r = 0.85 dan nilai p = 0.001 . Faktor lain yang mempengaruhi konflik kerja terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2002:65) menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan penyesuaian sosial terhadap konflik kerja karyawan di PT. ASSINDO RAYA Tangerang dimana nilai f hitung diperoleh sebesar 11.731 dengan taraf signifikannya sebesar 0.001. Saputra (1999:227) dalam penelitianya bahwa ada pengaruh hubungan interpersonal terhadap konflik kerja karyawan  di rumah sakit umum Aisyiah Lamongan. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa nilai f hitung lebih besar dari pada f tabel, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Andrian (2001:67) dalam penelitiannya disebutkan bahwa terdapat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap konflik kerja pada karyawan PDAM Semarang. Hal tersebut di lihat dari perolehan nilai f dihitung sebesar 851 dengan taraf signifikansi sebesar 0.001.   Kiranti (2004:56) menerangkan bahwa konflik kerja mempunyai hubungan yang negatif terhadap efektivitas komunikasi antar pribadi di Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) “Bina Warga Mandiri” Malang. Jadi dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi dalam kelompok rendah apabila efektivitas komunikasi yang dilakukan tinggi, dan begitu pula sebaliknya konflik kerja tinggi jika efektivitas komunikasi yang dilakukan rendah,dimana r=0,541dengan taraf signifikansi 0,00. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Handoko (1995: 345) konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Konflik kerja yang terjadi dalam sebuah perusahaan juga tidak terlepas dari peranan pemimpin dalam perusahaan tersebut, kemampuan seorang pemimpin dalam menangani konflik kerja sangat dibutuhkan, adapun kemampuan tersebut salah satunya berasal dari power (kemampuan mempengaruhi) seorang pemimpin terhadap bawahannya, besar atau kecilnya kemampuan tersebut dapat dilihat dari besarnya konflik yang dapat diselesaikan oleh pemimpin tersebut. Untuk menumbuhkan, meningkatkan dan memperkokoh power pemimpin dituntut untuk dapat membangun komunikasi yang baik dengan bawahannya. Seperti yang disebutkan dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Kackmar (1999:764) menjelaskan bahwa frekwensi komunikasi pemimpin yang teratur dengan bawahan akan memacu prestasi bawahan, dibandingkan dengan frekwensi komunikasi pemimpin yang tidak teratur dengan bawahannya. Begitu pula menurut penelitian yang dilakukan oleh De Dreu (1999:759) menerangkan bahwa tugas yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahannya bisa menimbulkan konflik dan akan mempengaruhi prestasi kelompok, dan dijelaskan lebih lanjut bahwa konflik yang terjadi tidak mempengaruhi kepuasan kerja dari kelompok. Pemimpin tidak bisa hanya memperhatikan satu aspek saja, tapi harus memperhatikan gaya kepemimpinan dan mengetahui cara mendapatkan perhatian dan kesetiaan dari bawahannya.  Hasanati (2003: 1) dalam penelitannya menerangkan bahwa gaya kepemimpinan tranformasional  menyebabkan komitmen afektif tinggi, sedangkan gaya kepemimpinan transaksional menyebabkan komitmen afektif rendah. Rendahnya komitmen afektif yang dialami oleh karyawan ini disebabkan oleh pemimpin dengan gaya kepemimpinana transaksional, keadaan ini jika diabaikan  pada akhirnya akan menyebabkan konflik kerja. Pemimpin juga harus bisa mendapatkan perhatian dari bawahannya agar solusi yang diberikan oleh seorang pemimpin kepada karyawannya dapat dilaksanakan dengan maksimal seperti penelitian yang dilakuikan oleh Yorges, Penelitian yang dilakukan oleh Yorges (2003: 428) menjelaskan bahwa prilaku pemimpin (pengorbanan) sangat berpengaruh terhadap pandangan bawahannya, jika pengorbanan yang telah dilakukan besar maka akan berpengaruh besar tentang padangan bawahannya terhadap pemimpinnya dan itulah keuntungan yang dapat diperoleh dari pengorbanan yang telah dilakukan . Dari penelitian yang dilakukan oleh Robert (2000: 643) menjelaskan bahwa di Amerika, Mexico dan Polandia menemukan bahwa pemindahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan kepada orang lain (satu level dibawah pemimpin) yang dilakukan oleh seorang pemimpin dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, namun penelitiannya yang dilakukan di India tentang pemindahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan kepada orang lain (satu level dibawah pemimpin tidak
mempengaruhi kepuasan kerja dari bawahannya.  Johnson (1975: 229) mengatakan jika seorang pemimpin yang mempunyai power menginginkan bawahannya untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh pemimpin itu, dan bawahannya mempunyai keinginan yang sama untuk mengerjakannya maka tidak ada konflik, jika seorang pemimpin yang tidak memiliki power memberikan perintah pada bawahannya dan bawahannya menginginkan untuk mengerjakan perintah pemimpin, maka tidak akan ada konflik. Namun jika seorang pemimpin yang kurang memiliki power memberikan perintah kepada bawahannya untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya, namun bawahannya berkeinginan melakukan yang lain disinilah akan timbul konflik. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa pemimpin yang sukses menggunakan power dapat sering mengakhiri konflik.  Menurut Moekijat(1988:177) power adalah penting karena penting bagi kegiatan manusia yang dikoordinasikan, artinya untuk organisasi yang efektif. Apabila dalam sebuah organisasi terjadi kekacauan, kekalutan maka orang-orang didalamnya akan memerlukan ketergantungan dan kerelaan sepenuhnya dalam hubungan antara manusia, dengan demikian power memberikan perlindungan dari kekacauan.  Berdasarkan uraian secara deskriptif diatas, memunculkan pemikiran untuk mengadakan penelitian berjudul  “Hubungan  Personal Power Pemimpin dengan konflik kerja pada karyawan”.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara personal power pemimpin dengan konflik kerja pada karyawan.

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan personal power pemimpin dengan konflik kerja pada karyawan.
 D. Manfaat Penelitian
 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran antara power pemimpin dengan konflik kerja pada karyawan. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Teoritis
Sebagai referensi tambahan bagi pengembang ilmu Psikologi: terutama disiplin ilmu Psikologi Industri dan organisasi.
Praktis
Memberikan informasi dan pengetahuan pada perusahaan-perusahaan atau instansi-instansi terkait tentang hubungan power pemimpin dengan konflik kerja, sehingga perusahaan dapat melakukan prevensi atau penanggulangan konflik kerja pada karyawan-karyawannya sehingga upaya penciptaan budaya kerja atau etos kerja yang baik pada karyawan akan semakin memungkinkan untuk dicapai.

Belum ada Komentar untuk "HUBUNGAN PERSONAL POWER PEMIMPIN DENGAN KONFLIK KERJA PADA KARYWAN DI PEMDA (PEMERINTAH DAERAH) PROBOLINGGO"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel